Meski belum menyebut angka pasti, Purbaya mengisyaratkan nilai penempatan dana tersebut bisa mencapai Rp10 triliun hingga Rp20 triliun per bank, tergantung hasil pembahasan lanjutan.
"(Jumlah likuiditas) Rp5 triliun-Rp10 triliun per bank. Kalau 2 (bank) kan 5 x 2 itu 10. Kalau 10 x 2 itu Rp20 triliun," kata dia.
Lebih lanjut, Purbaya mengatakan penempatan dana di bank pembangunan daerah (BPD) seperti Bank Jatim akan membantu memperkuat likuiditas di daerah dan mempercepat penyaluran dana ke sektor produktif.
"Karena waktu saya ke Jawa Timur, gubernurnya bilang seperti itu. Kita perlu ini untuk disebarin. Jadi Bank Jawa Timur itu punya provinsi. Ada BPD-BPD. Di sini kalau ditambah, dia bisa nyalurin ke BPD-BPD yang lain. Sehingga yang ini cukup terbantu likuiditasnya bisa nyalurin ke koperasi atau universitas, UKM di tempat lain," ujarnya.
Menurut Purbaya, langkah ini juga menjadi strategi agar penyaluran dana pemerintah bisa lebih cepat menjangkau sektor riil, berbeda dengan bank-bank besar milik negara (Himbara) yang dinilai prosesnya lebih panjang.
Purbaya juga memastikan kebijakan ini tidak akan mengganggu likuiditas Bank Indonesia (BI) maupun kebijakan moneter nasional.
"Penempatan SAL di bank BUMD tidak akan mengganggu likuiditas Bank Indonesia, terutama dalam mengambil kebijakan moneter dan stabilitas rupiah. Sama saja kan? Jadi tidak akan mengganggu bank sentral. Ini saya enggak mencampuri kebijakan moneter ya. Ini cuma uang fiskal ditaruh di tempat yang lain saja," kata dia.
(NIA DEVIYANA)