IDXChannel – Pemerintah menegaskan, tarif sebesar 19 persen dalam perjanjian dagang Indonesia–Amerika Serikat (AS) merupakan hasil kesepakatan final yang bersifat mengikat (binding) dari pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai sosialisasi tarif kepada kementerian/lembaga dan asosiasi pelaku usaha pada Senin (21/7/2025). Sosialisasi tersebut juga dihadiri oleh kementerian teknis serta direksi BUMN yang terlibat dalam pelaksanaan nota kesepahaman (MoU) di Washington beberapa waktu lalu.
“Angka 19 persen itu adalah hasil negosiasi antara Presiden Prabowo dan Presiden Trump. Itu angka final dan binding. Bahkan, angka ini lebih rendah dibandingkan tarif dari negara ASEAN lainnya,” kata Airlangga.
Sebagai perbandingan, Vietnam dan Filipina masih menerapkan tarif 20 persen, Malaysia dan Brunei 25 persen, Thailand dan Kamboja 36 persen, serta Myanmar dan Laos 40 persen.
Sementara itu, pesaing Indonesia dalam sektor tekstil seperti Bangladesh, Sri Lanka, Pakistan, dan India memiliki tarif masing-masing sebesar 35 persen, 30 persen, 29 persen, dan 27 persen.
Dalam konteks tarif masuk berdasarkan skema Most Favoured Nation (MFN), Airlangga menyebutkan, dari total 11.555 pos tarif yang berlaku antara Indonesia dan AS, sekitar 12 persen telah memiliki bea masuk nol persen, dan sekitar 47 persen memiliki bea masuk sebesar 5 persen.
“Amerika sejauh ini sudah mendapat 60 persen bea masuk di bawah 5 persen,” ujarnya.
Dengan perjanjian yang baru disepakati, pemerintah berupaya memperluas cakupan produk Indonesia yang mendapatkan bea masuk nol persen ke pasar AS, sejalan dengan skema serupa dalam kerja sama dagang Indonesia dengan berbagai mitra strategis seperti ASEAN, China, Jepang, Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Airlangga juga menegaskan, Indonesia dan AS telah menyelesaikan hambatan non-tarif (non-tariff barriers), yang selama ini menjadi kendala utama perdagangan bilateral. Penyelesaian tersebut akan segera ditindaklanjuti melalui penandatanganan joint statement yang jadwalnya akan diumumkan kemudian.
Terkait dengan pembelian produk dari AS, Airlangga menyampaikan, Indonesia selama ini telah mengimpor sejumlah komoditas dari negara tersebut, termasuk energi, gandum (wheat), dan kedelai (soybean).
“Ada reorientasi sumber pembelian energi, dan sebagian akan kami konsentrasikan ke Amerika. Tetapi secara keseluruhan, tidak ada tambahan signifikan terhadap barang impor dari Indonesia,” katanya.
Pemerintah berharap kebijakan ini akan memperkuat hubungan dagang bilateral dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, khususnya di sektor tekstil dan produk agrikultur yang selama ini menghadapi tekanan tarif tinggi.
(Dhera Arizona)