"Indonesia membutuhkan setidaknya US$243 miliar, atau sekitar Rp3.500 triliun untuk pengembangan EBT, sekaligus menuntaskan target konstribusi yang ditentukan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) Indonesia dari sektor ketenagalistrikan," ujar Chair of B20 Indonesia, Shinta Kamdani, dalam keterangan resminya, Jumat (22/7/2022).
Dengan besarnya anggaran yang dibutuhkan, Indonesia sebagai Presidensi G20 juga mendorong negara-negara Anggota G-20 untuk mengembangkan pembiayaan campuran, yang berasal dari pemerintah, pelaku usaha swasta, dan bahkan lembaga donor internasional.
Pada 14 Mei 2022, misalnya, Indonesia telah meluncurkan country platform untuk Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) bersama Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai lembaga pengelola.
"Country platform ini akan menjadi kerangka yang menyediakan kebutuhan pembiayaan untuk mempercepat proses transisi energi nasional dengan memobilisasi dana yang bersumber dari publik, pelaku swasta, filantropis, lembaga pembangunan bilateral maupun multilateral, lembaga pembiayana iklim dan sebagainya. Semua (dana) dikumpulkan dan dikelola secara berkelanjutan lewat SMI," ujar pengusaha yang juga menjabat sebagai Wakil Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri itu.
Dengan adanya country platform tersebut, diharapkan semakin banyak peluang bagi pelaku usaha swasta untuk turut serta dalam program pembangunan berkelanjutan di negaranya masing-masing. Salah satu skema yang bisa diandalkan untuk menarik investor dan pelaku swasta diantaranya adalah pola Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).