Keputusan tersebut berdasarkan hasil audit impor kereta rel listrik (KRL) bekas Jepang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Seto menjelaskan bahwa terdapat ada 4 hal yang menjadi kesimpulan dari hasil review yang dilakukan oleh BPKP. Pertama yakni rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.175 tahun 2015 tentang standar spesifikasi teknis kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri termasuk KRL harus spesifikasi teknis salah satunya adalah mengutamakan produk dalam negeri.
Dia juga menjelaskan bahwa Kementerian Perdagangan telah menanggapi terkait dengan impor KRL dalam keadaan tidak baru yang menyatakan bahwa permohonan dispensasi ini tidak dapat dipertimbangkan karena fokus Pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
Kedua, KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor.