Melihat kebutuhan tersebut, diakui Arief, bahwa gula menjadi salah satu komoditas strategis yang kebutuhannya terus dianalisis tiap periodenya atau tiga bulan sekali. “Jadi setelah ini kita akan review, giling ini, berapa, semester dua berapa," tambahnya.
Arief juga menyebut Indonesia saat ini masih tergantung dengan gula impor dari luar negeri. Namun ke depan varietas tebu dalam negeri yang untuk diharapkan mampu terus ditingkatkan sehingga swasembada gula bisa tercapai.
"Jadi mungkin ini lintas sektoral, kita tidak bisa swasembada langsung ya, seperti niup. harus disiapkan lahannya, bibitnya, kemudian bagaimana tahun depan, tadi kita bicara soal varietas unggul, yang harusnya 5 tahun kemudian katun, yang itu harusnya, kita sekarang sudah belasan ini. jadi produktifitasnya juga di bawah. Jadi semua tentunya harus berkolaborasi," imbuh Arief.
Meski demikian, dirinya memastikan impor gula tak akan mempengaruhi harga beli bagi petani tebu. Faktor penting lainnya yakni penyiapan lahan tebu sebesar 700 ribu hektar yang telah dibicarakan dengan Kementerian BUMN dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Untuk swasembada sendiri, terang Arief, sebenernya pemerintah harusnya mulai menyiapkan sampai dengan 700 ribu hektar hitungannya dan kemarin sudah diinisiasi oleh menteri BUMN. Tentunya dengan presiden untuk menyiapkan bagaimana supaya kita bisa menyiapkan onfarm sampai off farm.
"Jadi enggak bisa sepotong-potong, harus holistik mulai dari produksinya disiapkan sampai dengan off farm pabriknya," tandasnya. (FHM)