Di sisi lain, pelemahan kinerja manufaktur global tercermin dari kontraksi Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur selama 3 bulan berturut-turut. Maraknya hambatan perdagangan menjadi faktor yang turut menekan kinerja manufaktur.
Selain itu, terdapat faktor kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China yang masih membayangi, meski Pemerintah China telah berusaha membangkitkan optimisme pasar melalui paket stimulus yang cukup signifikan.
Peluang ekspor manufaktur Indonesia diperkirakan masih cukup kuat, terutama hasil hilirisasi. Hal ini mulai terindikasi dari tren kenaikan beberapa harga komoditas seperti nikel, minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara.
Di tengah moderasi level PMI Indonesia, sebagian besar negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan kontraksi PMI manufaktur, seperti Amerika Serikat (47,0), China (49,3), dan Jepang (49,6). Sementara itu, beberapa negara tercatat ekspansi meskipun melambat, seperti India dan Thailand.
“Di tengah tantangan global, kinerja manufaktur domestik memperlihatkan perbaikan meskipun masih dalam zona kontraksi. Optimisme tetap kita jaga untuk capai target pertumbuhan ekonomi,” kata Febrio.
Ke depan, lanjutnya, pemerintah akan terus melakukan evaluasi kebijakan dan anstispasi terhadap berbagai tantangan global untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
(Febrina Ratna)