"Makanya kita perbaiki dengan masukan dari Banggar DPR, jangan diambil dari K/L anggarannya, dibiarkan saja di K/L, tapi K/L diminta untuk menahan diri, tidak langsung belanja yang belum tentu punya urgensi yang tinggi," ungkap Isa.
Berkaca pada 2022, masih harus ada antisipasi meledaknya Covid-19 misalnya. Dan tahun ini pun masih mengantisipasi, meski sudah ada relaksasi yang lebih luas, seperti tak ada lagi PPKM. Namun, dia menekankan, perlu dilihat bagaimana kondisi nanti setelah Idul Fitri.
"Bagaimana kita switching anggaran tersebut untuk anggaran tak terduga. Pendekatan berbeda, kita tidak ambil anggaran K/L, kita hanya minta mereka tahan diri, tidak buru-buru belanja karena masih harus antisipasi ketidakpastian. Setidak-tidaknya sampai semester I tahan diri, jangan bernafsu belanja," tegas Isa.
Dia mengatakan, kebijakan ini menjadi pembelajaran yang baik, di mana K/L bisa memilih mana belanja yang urgent atau darurat dilakukan sejak awal tahun, mana yang bisa ditahan. Hal ini, lanjutnya, sudah terjadi melalui prioritisasi.
"Namun di praktiknya di 2022 ada urgensi berbeda. Contoh paling jelas adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewean ternak yang harus diantisipasi dengan cepat karena menghadapi lebaran," jelasnya.
"Maka Kementerian Pertanian (Kementan) contohnya, meminta izin untuk memakai anggaran meminta penanganan PMK. Maka mereka diizinkan melakukan perubahan, dari semula buat kegiatan A misalnya, dipakai buat menangani PMK dan kompensasi petani peternak," jelas Isa.
Ini mengubah purpose atau tujuan dari anggaran mereka menjadi aktivitas penanganan wabah PMK. Karena kedaruratannya di Juni 2022 sudah ada relaksasi tanpa harus menunggu semester II.
"Ada kasus tertentu di mana urgensi dahsyat, tapi umumnya kita akan mempertimbangkan relaksasi pada semester II. Ternyata di perjalanannya ada repurposing, anggaran buat A, tapi digunakan untuk sesuatu yang lebih urgent," ujarnya.