Keberadaan superholding, sebagai jelmaan BP Danantara, tidak serta merta menggantikan posisi Kementerian BUMN selaku pemegang saham perseroan negara.
Tauhid memandang posisi Kementerian BUMN tetap diperlukan sebagai regulator. Sementara itu, superholding bertindak selaku induk BUMN yang mengelola aksi korporasi, termasuk investasi perusahaan.
Menurutnya, pembagian wewenang harus didasari pada revisi Undang-undang BUMN, sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara Kementerian BUMN dan superholding.
“Kewenangannya, nanti tarik-tarikan antara kepala superholding atau ketua-nya itu dengan menteri, tarik-tarikan gitu,” kata dia.
“Seharusnya diubah, revisi. Pengaturan hubungan di undang-undang BUMN ini kan belum ada, pengaturan hubungan antara superholding dengan kementerian. Kedua, ya apa, kewenangannya itu kan sebagian harus diserahkan ke superholding, itu aja belum ada,” lanjutnya.
Tauhid menambahkan, pendirian superholding menjadi gagasan menarik, sekalipun ide jadul yang tidak pernah direalisasikan di era pemerintahan sebelumnya.