"Masalah kelangkaan (migor) justru muncul karena adanya ketidakpastian kebijakan dari pemerintah, yang dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan," tutur Rikrik.
Dalam pandangan pemerintah, lima perusahaan di bawah naungan Wilmar Group dan 27 produsen migor lain telah bersepakat dalam penetapan harga yang bakal diterapkan di pasar domestik.
Menurut Rikrik, banyaknya jumlah terlapor dalam kasus ini membuat kartel penetapan harga menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin dilakukan. Terlebih, terdapat sejumlah perusahaan yang berada di luar asosiasi produsen minyak nabati.
Karenanya, bukan karena praktik kartel, masalah utama dalam industri migor disebut Rikrik justru muncul dari intervensi pasar yang dilakukan oleh pemerintah secara tidak konsisten, dengan kebijakan yang kerap berubah-ubah.
"Migor yang sebelumnya diperdagangkan secara bebas melalui mekanisme pasar, berubah menjadi pasar yang diregulasi pemerintah. Dengan begitu, hukum persaingan sudah tidak lagi relevan, karena segala interaksi dalam ekosistem migor nasional sudah diatur secara langsung dan ketat oleh pemerintah," tegas Rikrik. (TSA)