Jumisih menilai bahwa informalisasi tenaga kerja berdampak luas pada perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT), perempuan pekerja rumahan, perempuan dalam bisnis start-up dan lain sebagainya.
Lebih jauh Jumisih juga menyoroti peran negara yang dinilai lemah dalam melindungi buruh perempuan.
"Alpanya perlindungan negara juga mengkondisikan tercerabutnya hak-hak maternitas, hak berorganisasi dan berpolitik, yang mengkondisikan perempuan dalam posisi rentan karena jaminan sosial dan jaminan keamanan tidak terpenuhi," lanjutnya.
Terakhir, Jumisih juga menekankan agar negara bisa memberikan kepastian hukum dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
"Buruh perempuan juga rentan menjadi korban kekerasan seksual karena Negara masih belum juga memberi kepastian hukum dengan pengesahan RUU TPKS," pungkasnya. (TYO)