“AS sedang menghadapi triple crisis yakni kekhawatiran gagal bayar utang, ditambah sektor perbankan yang rapuh hingga tekanan pada pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dan BI harus terus memantau situasi ekonomi di AS dan siapkan mitigasi risiko yang tepat,” ujar Bhima kepada IDXChannel.com (10/5/2023).
Di lain kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kegagalan AS dalam membayar utangnya belum berpengaruh terhadap Indonesia.
Buktinya pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih menarik bagi investor asing.
"Untuk Indonesia, rambatannya biasanya apakah ke pasar SBN kita? Pasar SBN kita masih menarik, yield-nya masih bagus, dan karena prospek ekonomi kita bagus, inflasinya rendah, currency-nya menguat, itu semuanya jadi daya tarik yang cukup baik," jelas Sri dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Adapun Kemenkeu mencatat, posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp7.879,07 triliun per 31 Maret 2023. Jumlah ini menjadikan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 39,17%.
Utang ini terdiri dari dua jenis, yakni obligasi atau surat berharga negara (SBN), serta pinjaman dari dalam dan luar negeri.
Instrumen SBN masih mendominasi utang pemerintah yang mencapai 89,02% dengan nilai Rp7.013,58 triliun pada akhir Maret 2023.
Utang SBN domestik pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp 5.658,77 triliun. Sementara, utang SBN valuta asing (valas) sebesar Rp 1.354,81 triliun.
Sementara, utang pemerintah yang akan jatuh tempo dalam satu tahun hingga lima tahun ke depan meningkat mencapai Rp 2.606 triliun.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, posisi utang jatuh tempo dalam satu tahun dan tiga tahun ke depan meningkat 7,9% year on year (yoy) dan 24,1% yoy. Sementara utang jatuh tempo 5 tahun meningkat 42,1% per awal Februari 2023. (ADF)