"Nah biasanya kelapa itu dikirim ke luar pulau dan dimediasi oleh para tengkulak. Cuma para tengkulak ini kadang tekan terlalu keras ke petani. Sebelumnya bapak saya juga seorang pertani. Nah, keprihatinan tersebutlah membuat saya memiliki ambisi untuk mengangkat komoditi kelapa ini untuk diolah di pedesaan kami," kata Sumayana.
Pria yang akrab dipanggil Bli Sum ini menambahkan, pada 2015 itu dirinya hanya mempunyai modal uang Rp300 ribu.
"Jadi di awal saya merintis 2015 itu hanya dengan modal Rp300 ribu, modal nekat dan ambisi saja," kata Sum.
Tak hanya itu, untuk mengolah dan memproduksi kelapa ini, dirinya sempat meminjam garasi mobil milik temannya.
"Saya pinjam garasi mobil milik teman. Jadi di sana asalnya hanya dengan bermodalkan izin. Karena itu tidak perlu ada suatu pengecekan yang serius. Nah dari sanalah kami bertumbuh, pelan-pelan juga kami memproduksi seperti olahan kunyit, jahe merah, dan beberapa produk turunan lainnya," kata pria asli Bali itu.
Awal membangun Bali Pure, dirinya hanya memproduksi virgin coconut oil (VCO). Sayangnya, jangkauan penjualan VCO tidak terlalu luas. Meski begitu, dirinya tetap melanjutkan hingga akhirnya mulai bergabung dengan Pertamina pada 2018.
"Baru tahun 2018 ikut program Pertamina, kami dibina bagaimana untuk scale up dan go global, go nasional, go global. Dan dibantu juga dengan pendanaan," katanya.