sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Duduki Kursi Presiden China 3 Periode, Tantangan Ekonomi Menanti Xi Jinping

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
10/03/2023 14:58 WIB
Presiden China Xi Jinping kembali memperoleh masa jabatan untuk ketiga kalinya yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara tersebut pada Jumat (10/3).
Duduki Kursia Presiden China 3 Periode, Tantangan Ekonomi Menanti Xi Jinping. (Foto: MNC Media)
Duduki Kursia Presiden China 3 Periode, Tantangan Ekonomi Menanti Xi Jinping. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Perpolitikan China kembali menjadi sorotan dunia internasional. Presiden China Xi Jinping kembali memperoleh masa jabatan untuk ketiga kalinya yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara tersebut pada Jumat (10/3).

Xi secara luas diperkirakan akan tetap menjabat sebagai presiden dalam pertemuan parlementer seremonial bulan ini, yang dikenal sebagai " “Two Sessions”, mengutip CNBC International.

Pertemuan tahunan National People’s Congress atau Kongres Rakyat Nasional menjadi penentu posisi Xi di tampuk kepemimpinan China selanjutnya.

Delegasi kongres pada hari Jumat juga secara resmi mengangkat kembali Xi sebagai ketua Central Military Commission atau Komisi Militer Pusat.

Xi mulai menjabat sebagai presiden pada 2013 dan menghapus batasan masa jabatan pada 2018 lalu.

Pada Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China (PKC) pada bulan Oktober 2022, Xi mengkonsolidasikan kendalinya atas partai yang berkuasa dengan mengisi lingkaran kepemimpinan tertinggi dengan para loyalis pendukungnya.

Zhao Leji, yang merupakan anggota kelompok inti yang bertanggung jawab mengawasi disiplin partai, resmi menjadi ketua komite tetap Kongres Rakyat Nasional, Jumat (10/3).

Setelah kongres partai dua kali dalam satu dekade, para pemimpin puncak PKC kemudian mengisi posisi pemerintahan seperti presiden dan perdana menteri. Adapun delegasi telah ditetapkan untuk menyetujui perdana menteri baru China pada hari Sabtu mendatang.

Sementara presiden Xi dijadwalkan berbicara pada upacara penutupan pertemuan parlemen pada hari Senin mendatang (12/3). Perdana menteri baru juga akan menyampaikan pidatonya pada hari yang sama.

Han Zheng, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil perdana menteri eksekutif, pada hari Jumat secara resmi menjadi wakil presiden. Adapun sebelumnya jabatan wakil presiden dipengan oleh Wang Qishan.

Pertemuan Jumat menyetujui proposal untuk merestrukturisasi Dewan Negara, yang merupakan badan eksekutif tertinggi pemerintah China.

Rancangan rencana tersebut dirilis awal pekan ini, dan muncul saat PKC diperkirakan akan meningkatkan kontrol langsungnya secara signifikan terhadap pemerintah.

Ambisi Ekonomi Xi Jinping

Sejak menjabat sebagai presiden China, Xi Jinping dikenal sebagai revolusioner melalui empat program modernisasi. Di antaranya di sektor pertanian, industri, keamanan nasional, serta sains dan teknologi.

Dua tahun lalu, Xi Jinping menyusun rencana ambisius untuk memperluas kekayaan China dan menggandakan ukuran ekonomi negara pada 2035 mendatang.

Xi selama ini memprioritaskan bisnis milik negara (BUMN) dan menekan perusahaan swasta, kontras dengan semangat Deng Xiaoping yang telah melakukan “reformasi dan pembukaan” pada 1978.

Menurut IMF, Beijing disebut gemar ‘menghujani’ subsidi pada industri yang disukai dan mendorong perusahaan BUMN menjadi lebih kuat. Pada 2018, total aset di perusahaan negara bernilai 194% dari produk domestik bruto (PDB) China.

Kondisi ini lebih tinggi daripada awal tahun 2000an dan beberapa kali lipat lebih besar daripada negara mana pun.

Menurut Handel Jones, dikutip WSJ, kepala eksekutif perusahaan konsultan Bisnis Internasional Strategi, Xi juga berupaya membuat China tidak terlalu bergantung pada teknologi asing, di mana negara tersebut saat ini mampu membuat sekitar 26% semikonduktor untuk kebutuhan domestik, naik dari 13% pada 2017.

Di tengah pemilihan kembali Xi Jinping sebagai presiden, China tengah berupaya dalam memulihkan ekonominya pasca Covid-19 dan serentetan data ekonomi yang kurang menggembirakan.

Sebelumnya, China mencatatkan sinyal beragam pemulihan ekonomi. China baru saja melaporkan surplus perdagangan di awal tahun ini pada periode Januari-Februari 2023. Angka gabungan surplus untuk dua bulan pertama tahun ini tercatat meningkat menjadi USD116,88 miliar.

Angka ini meningkat dari USD 109,7 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Angka ini mengalahkan perkiraan pasar sebesar USD81,8 miliar.

Meski demikian, China mencatatkan turunnya ekspor sebanyak 6,8% yoy pada Februari 2023 sementara impor turun lebih banyak 10,2% di periode yang sama, di tengah perlambatan ekonomi global dan lemahnya permintaan domestik.

Angka ini di bawah ekspektasi 9,4%, berdasarkan survei Reuters. Penurunan tersebut juga lebih kecil dari penurunan bulan sebelumnya sebesar 9,9%.

Penurunan impor juga mengalahkan ekspektasi pasar sebesar 5,5% secara tahunan dan penurunan lanjutan dibanding bulan sebelumnya sebesar 7,5%.

Pemerintah juga memperkirakan target pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dari perkiraan untuk tahun ini, sebesar 5%, karena didorong oleh kehati-hatian atas perlambatan ekonomi global.

Sebelumnya, PDB china tahun lalu hanya bertumbuh 3%, lebih rendah dibandingkan 2021. (Lihat grafik di bawah ini.)

Pemerintah China juga telah meluncurkan sejumlah langkah stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dan mengindikasikan akan terus memberikan stimulus sepanjang tahun ini.

Dengan terpilihnya Xi Jinping kembali menjadi presiden, tugasnya nampaknya akan semakin berat untuk membawa China kembali mencapai kejayaannya sebagai ekonomi terbesar kedua dunia. (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement