Josua menjelaskan, asumsi dasar ekonomi makro 2026 akan dibuat konservatif-realistis, dengan pertumbuhan ekonomi dipatok 5,2–5,8 persen year on year, inflasi 1,5–3,5 persen, nilai tukar Rp16.500–Rp16.900 per dolar AS, imbal hasil SBN 10 tahun 6,6–7,2 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 60–80 dolar AS per barel, lifting minyak 600–605 ribu barel per hari, dan lifting gas 953–1.017 ribu barel setara minyak per hari.
Dari sisi pendapatan, pemerintah menargetkan tax ratio 10,08–10,45 persen PDB dan rasio pendapatan 11,71–12,22 persen PDB, sedikit naik dari outlook 2025.
Upaya pencapaiannya mencakup penguatan basis pajak, harmonisasi dengan ekonomi digital, reformasi pengelolaan sumber daya alam dan barang milik negara, serta pemberian insentif fiskal yang lebih selektif.
“APBN tetap harus berfungsi sebagai shock absorber di tengah risiko global seperti tarif dagang, fragmentasi ekonomi, dan volatilitas pasar,” ujarnya.
Fungsi alokasi diarahkan untuk membiayai sektor bernilai tambah dan infrastruktur publik, sementara fungsi distribusi akan menyasar pemerataan kesempatan ekonomi melalui program desa, koperasi, dan UMKM.