Kedua, perlambatan ekonomi China. Josua menggarisbawahi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu menunjukan tren perlambatan, di mana pertumbuhannya di bawah 5 persen pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7 persen dan 4,6 persen secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 dan kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga, pertumbuhan ekonomi China yang melambat bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
"Seperti diketahui China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara. Tentunya ini akan berimbas langsung ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi ekonomi China terus mengalami perlambatan," ujar Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan bakal menerapkan kebijakan yang cenderung ke dalam atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada produk China kemungkinan akan diterapkan.
Akibatnya, pemerintah China diproyeksikan bakal memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar Yuan.
"Pada akhirnya akan berimbas pelemahan Yuan, pelemahan mata uang Rupiah dan mata uang lainnya, karena korelasi Yuan cukup tinggi terhadap mata uang Rupiah dah Asia," kata Josua.
(Dhera Arizona)