sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Epidemilog Sebut Membuka PTM Keputusan Tepat, Asal Pemerintah Mampu Lakukan Ini

Economics editor Leonardus Kangsaputra
24/09/2021 10:59 WIB
PTM memang jadi prioritas dibanding membuka-buka sektor lain. Sebab ini adalah masalah masa depan, dan pendidikan anak-anak yang tidak bisa kembali waktunya.
PTM Terbatas di SMA (Ilustrasi)
PTM Terbatas di SMA (Ilustrasi)

IDXChannel - Pembelajaran Tatap Muka (PTM) telah menjadi dilema besar pemerintah Indonesia saat ini. Setelah diberlakukan di sejumlah wilayah level 1-3 di Indonesia beberapa pekan lamanya, kini beberapa sekolah melaporkan sejumlah siswa terpapar Covid-19. Sejumlah klaster sekolah bermunculan imbas dari PTM yang kembali dibuka. 

Pakar Epidemiologi Universitas Grifftith Australia, Dicky Budiman, mengatakan langkah pemerintah memulai kembali PTM adalah keputusan yang tepat. PTM memang harus jadi prioritas dibanding membuka-buka sektor lain. Sebab ini adalah masalah masa depan, dan pendidikan anak-anak yang tidak bisa kembali waktunya.  

“Anak-anak membutuhkan rangsangan tidak hanya dari video, tapi harus secara langsung seperti beraktivitas dan bermain. Dan masa-masa seperti ini tidak bisa kembali lagi, jadi kalau sampai terlewatkan ya akan rugi besar. Oleh karena itu strategi yang harus dilakukan pemerintah di setiap sektor dan level harus bisa menunjang atau berpihak pada anak,” kata Dicky, saat dihubungi MNC Portal, Jumat (24/9/2021). 

Lebih lanjut, Dicky menjelaskan bahwa dalam skema besar strategi pandemi, sekolah menjadi sektor yang paling akhir di tutup dan pada akhir pandemi menjadi sektor yang paling awal dibuka. Konsep ini tidak berubah dari puluhan tahun lalu hingga sekarang. Oleh sebab itu kesadaran peran posisi sekolah inilah yang membuat semua pihak harus sadar bahwa harus berpihak  dengan cara meminimalisir risiko. 

“Meminimalisir risiko itu dengan cara pemerintah melakukan sistem 3T dengan transparan dan harus valid datanya. Kalau datanya tidak valid ini akan membuat di tengah situasi yang turun tapi adanya klaster ini membuktikan sebaliknya bahwa datanya tidak valid. Ini juga menjadi contoh bahwa jika testingnya dilakukan secara benar kita akan tahu kondisi sebenarnya,” tuntasnya. (NDA)

Advertisement
Advertisement