Erick menyebut PMN yang dialokasikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih kurang. Lantaran, ada sejumlah program penugasan pemerintah yang dijalankan BUMN memerlukan pendanaan yang cukup besar.
Lalu, anggaran beberapa proyek strategis yang masih bersifat terbuka. Misalnya anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang dalam proses audit BPKP dan Komite KCJB lantaran adanya cost overrun atau pembengkakan biaya.
Selain itu, ada potensi kebutuhan PMN lainnya bagi BUMN yang masih mengalami dampak Covid-19, terutama di kluster pariwisata dan pendukung.
"PMN ini masih kurang karena ada beberapa pos penugasan yang memerlukan PMN yang jumlahnya masih terbuka dan menunggu hasil komite KCJB, Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM, dan laporan BPKP terkait cost overrun KCJB," ujar Erick saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, pada pekan lalu.
Meski PMN BUMN dinilai kurang, Erick memastikan pihaknya mencoba mencari alternatif pendanaan lainnya. Misalnya, menggunakan dana cadangan investasi untuk BUMN sebesar Rp5,7 triliun.
(FRI)