sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Fundamental Ekonomi RI Kokoh, Sentimen Politik Bayangi Pasar

Economics editor Desi Angriani
25/09/2025 15:54 WIB
Perekonomian Indonesia masih menunjukkan performa solid dengan pertumbuhan sebesar 5,12 persen pada kuartal II-2025.
Fundamental Ekonomi RI Kokoh, Sentimen Politik Bayangi Pasar (Foto: iNews Media Group)
Fundamental Ekonomi RI Kokoh, Sentimen Politik Bayangi Pasar (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Perekonomian Indonesia masih menunjukkan performa solid dengan pertumbuhan sebesar 5,12 persen pada kuartal II-2025.

Namun, ketegangan politik dalam negeri mulai menekan kepercayaan investor dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan.

Rupiah sudah terdepresiasi ke Rp16.676 per USD, level terendah sejak April 2025, dan IHSG sempat anjlok lebih dari 3 persen awal awal September.

Lalu imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik ke 6,335 persen di tengah gejolak politik dan perombakan kabinet. Ini menandakan meningkatnya premi risiko yang diminta investor untuk menahan aset Indonesia.

Kepala APAC EBC Financial Group, Samuel Hertz menilai, faktor struktural seperti demografi, digitalisasi, dan peran Indonesia di pasar komoditas global masih menopang prospek jangka panjang.

“Namun, kondisi pasar saat ini menunjukkan interaksi yang rumit antara fundamental makroekonomi dengan perubahan sentimen investor. Di tengah ketidakpastian, pelaku pasar cenderung menghindari risiko, sehingga valuasi aset bisa tidak mencerminkan kekuatan ekonomi sebenarnya,” ujar Hertz dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

Gelombang protes yang terjadi beberapa waktu lalu menjadi peringatan bagi pemerintah untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan tata kelola yang baik.

Kerusuhan sosial tersebut sudah menimbulkan kerugian ritel lebih dari Rp500 miliar atau USD30,4 juta. Gangguan juga dirasakan di sektor digital, terutama setelah penangguhan TikTok Live yang menjadi jalur utama bagi banyak UMKM untuk menjangkau sekitar 185 juta pengguna aktif.

Meskipun indikator ekonomi makro mampu menahan guncangan dalam jangka pendek, gangguan yang terus berlanjut dapat membuat investor sektor konsumen menjadi lebih berhati-hati dan mengubah strategi alokasi portofolio saham Indonesia di berbagai sektor.  

"Stabilitas sosial sering kali kurang diperhitungkan dalam valuasi pasar negara berkembang. Namun, sektor konsumsi diskresioner dan ritel langsung terkena tekanan akibat gangguan berkepanjangan,” kata Hertz.

Bagi investor global, gejolak di Indonesia mencerminkan risiko klasik pasar negara berkembang, di mana politik, kredibilitas kebijakan, dan tata kelola sama pentingnya dengan indikator pertumbuhan ekonomi.

“Walau data PDB Indonesia masih menunjukkan kekuatan, ketidakpastian politik dapat dengan cepat mengubah persepsi risiko dan keputusan investasi Kepercayaan pasar tidak hanya bergantung pada fundamental ekonomi, tetapi juga stabilitas sosial dan politik," tutur dia.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement