Dari sisi industri komponen, perubahan dari ICE akan BEV akan mendisrupsi 47% perusahaan. Pilihan mereka ada dua, tutup atau beralih membuat komponen-komponen BEV. Namun, membuat komponen membutuhkan investasi baru dan juga pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Itu sebabnya, industri komponen lebih memilih transisi dari ICE ke mobil hibrida atau (hybrid elecric vehicle/HEV) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) sebelum masuk BEV. Masa transisi ini dapat dimanfaatkan industri komponen untuk membangun kompetensi.
Shodiq Wicaksono menuturkan, Indonesia membutuhkan mobil listrik, seiring terus menurunnya pasokan bahan bakar fosil.
Kemudian, BEV bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi EV. Mobil listrik juga bisa menurunkn emisi gas buang. Apalagi, pemerintah sudah menetapkan target 25% mobil yang dijual pada 2025 merupakan mobil listrik.
Dari sisi industri mobil, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai, diperlukan transisi alami dari ICE ke BEV, seperti halnya pergeresan dari transmisi manual ke otomatis. Ini untuk menghindari dampak negatif perubahan struktur industri otomotif.