Pada April 2009, pemerintah Zimbabwe berhenti mencetak mata uang dan mulai menggunakan mata uang asing sebagai alat transaksi umum di negaranya, antara dolar AS, Euro, atau Rand (mata uang Afrika Selatan).
Hiperinflasi di Zimbabwe masih terjadi hingga hari ini. Pada pertengahan Juli 2019, tingkat hiperinflasi negara itu masih menyentuh angka 175%, dan kembali naik menjadi 500% pada Maret 2020.
Mengutip France24, laju inflasi Zimbabwe pada Agustus 2023 masih menyentuh angka 77,2%, dan dalam setahun angka inflasi bergerak di kisaran ratusan persen atau setidaknya di atas 70%.
Harga Telur di Zimbabwe Pernah Miliaran Dolar, Bagaimana Awal Mulanya?
Apa yang menyebabkan hiperinflasi? Fenomena ini terjadi ketika suatu negara mencetak uang secara berlebihan, tidak seimbang dengan jumlah barang dan jasa yang ada di negara tersebut, sehingga nilai mata uangnya turun.
Negara yang hendak membiayai pengeluarannya, biasanya memungut pajak atau menerbitkan surat utang (obligasi) untuk memperoleh dana segar. Namun ada pula yang mencetak uang baru, sehingga berisiko membanjiri pasar dengan uang berlebih.