Sejak 1999-2009, Zimbabwe akhirnya mencatatkan penurunan tajam produksi pangan. Hasil produksi pangan merosot hingga 45%, sementara sektor manufaktur merosot sampai 29% pada 2005. Tingkat pengangguran juga akhirnya naik hingga 80%.
Bank Sentral Zimbabwe menyalahkan penalti ekonomi yang diterapkan Amerika, IMF, dan Uni Eropa. Namun, hiperinflasi dan devaluasi mata uang ini juga dikontribusi oleh pencetakan uang berlebih oleh pemerintah Zimbabwe sendiri.
Pemerintah mencetak uang baru untuk membiayai keterlibatan militer Zimbabwe di Kongo, termasuk untuk membayar tentara dan pemerintah negara. Denominasi uang yang dicetak juga makin lama makin besar.
Dari yang hanya satu digit per lembar uang, menjadi triliunan dalam kurun waktu yang singkat. Bank Sentral Zimbabwe bahkan pernah mencetak uang ZWL1 triliun untuk membayar utang ke IMF.
Pemerintahan tidak melawan inflasi dengan pemberlakuan kebijakan fiskal dan moneter, namun dengan mencetak uang baru dengan denominasi yang tidak masuk akal. Hingga pada 2008 ketika hiperinflasi memuncak, mesin ATM di Zimbabwe tidak bisa memproses transaksi tarik tunai karena mesinnya tidak mampu memproses terlalu banyak digit angka.