Menurut Laksana, bandar antariksa di dunia saat ini ada beberapa tempat, tapi yang untuk daerah khatulistiwa itu memang tidak banyak, sehingga, pihaknya ingin mengejar keuntungan geografis yang dimiliki untuk menjadi badan antariksa bisa menjadi pusat peluncuran secara global bagi berbagai negara lain.
Secara umum, dia menjelaskan, ada beberapa persyaratan pemilihan lokasi untuk ditetapkan sebagai bandar antariksa. Di antaranya, lokasi sebisa mungkin berada pada daerah yang dekat dengan khatulistiwa; lokasi sebaiknya menghadap ke laut bebas, sehingga ada ruang kosong menuju ke laut dan sejauh mungkin dari wilayah yang memiliki populasi yang sangat padat. Drop zone tabung roket bisa jatuh di laut bebas; kondisi iklim dan cuaca yang mendukung untuk peluncuran.
Kemudian, sambung Laksana, tidak ada masalah dengan status pertanahan, harus clean and clear sebagai bandar antariksa; lokasi sebisa mungkin berada pada ketinggian yang memadai sehingga bebas dari air pasang, karena berada di pinggir laut juga harus bebas dari tsunami dan tanahnya cukup keras, biasanya dari tanah karang; lokasi bandar antariksa memiliki potensi seminimal mungkin terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan lain sebagainya.
“Sebisa mungkin bandar antariksa dipilih lokasinya yang bisa diperoleh dengan cepat tanpa banyaknya permasalahan dan juga terdapat sungai yang dekat dengan lokasi peluncuran, ada akses transportasi yang cukup memadai sehingga bisa mempermudah pada saat dibutuhkan logistik dan mobilitas manusia,” urainya.
“Tentu ada dukungan infrastruktur terkait utulitas, air tawar, listrik dan komunikasi, sebisa mungkin jauh dari lokasi para nelayan yang beraktivitas di lepas pantai. Perlu menjamin keselamatan, saat peluncuran ada potensi dropzone roket, jauh dari lokasi penerbangan komersial dan tegangan tinggi,” sambung Laksana.