Dia menyebut, fakta 'bakar uang' secara besar-besaran, lebih spesifik hanya dilakukan oleh startup di Indonesia. Sebab, di negara lain tidak melakukan persaingan usaha yang tidak sehat seperti dengan promosi atau cashback secara agresif demi mendapatkan konsumen.
Lebih lanjut dia menerangkan, pasca pandemi, kebiasaan masyarakat berbelanja secara online akan berkurang. Artinya, jika sebelumnya masyarakat lebih milih belanja online karena ingin mendapatkan cashback, namun sekarang cashback jarang ditemui dan akhirnya masyarakat beralih pada belanja offline.
"Jadi ini yang disebut sebagai 'digital tourism' dia hanya coba-coba mana aplikasi yang menawarkan promosi tapi setelah promonya habis dia tidak akan menggunakan atau menjadi repeat customer. Nah ini kan artinya ada bakar uang yang merugikan uang investor," terang Bhima.
Menurut Bhima, jika tak ingin gulung tikar karena era "bakar uang" ini diprediksi akan berakhir, bagi para founder startup, baiknya lebih cermat dalam memilih sektor bisnis. Pilih bisnis yang memang menghasilkan keuntungan seperti misalnya jasa keuangan dan jasa pembiayaan.