IDXChannel - Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian serius terhadap masalah rendahnya harga singkong dan produk turunannya, tapioka, yang selama ini menjadi komoditas penting bagi petani dan industri.
Dalam rapat terbatas bersama jajaran menteri bidang perekonomian di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025), Prabowo menegaskan pemerintah akan mengambil kebijakan khusus untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Di sektor pertanian, pemerintah akan segera mengambil kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait ubi kayu, singkong, dan tapioka, dengan melibatkan pemerintah daerah dan pelaku industri serta memperhatikan kesejahteraan para petani," ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dalam keterangan tertulis, Jumat (19/9/2025).
Dalam rapat terbatas itu, hadir juga Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Sebelumnya, Airlangga telah secara khusus melakukan pertemuan dengan para petani singkong di kantornya.
Dikutip dari laman resmi Kemenko Ekonomi, Airlangga mendapatkan laporan bahwa permasalahan utama yang dihadapi para petani adalah harga jual ubi kayu yang sangat rendah.
Pada saat itu harga hanya sekitar Rp600-700 per kg, di bawah biaya yang dikeluarkan petani sekitar Rp740 per kg.
Permasalahan ini sangat kompleks, karena tidak hanya terkait dengan petani saja, tetapi juga terkait dengan permasalahan di industri hulu (pabrik tepung tapioka) dan industri hilir yang menggunakan bahan baku tepung tapioka (industri makanan minuman hingga industri kertas).
Sejak awal 2025, Pemerintah pusat melalui beberapa Kementerian telah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Namun, berbagai upaya yang telah dilakukan bersama oleh beberapa K/L di pusat dirasakan masih belum efektif, sehingga saat ini harga ubi kayu masih belum sesuai dengan harapan petani. Begitu juga harga tepung tapioka di industri hulu cukup rendah.
Kondisi ini menyebabkan kerugian yang sangat besar di sisi petani yang menghasilkan ubi kayu maupun pihak Industri hulu yang memproduksi tepung tapioka.
Dugaan awal mengarah ke industri hilir, yang disinyalir lebih mementingkan tepung tapioka impor dari Thailand dan Vietnam, daripada membeli dari industri hulu di dalam negeri.
Namun, setelah dilihat data impor dari BPS dan data Bea Cukai, memang terjadi lonjakan impor pada 2024, namun totalnya hanya sebesar 300 ribu ton atau sekitar 22 persen dari total kebutuhan bahan baku tepung tapioka di industri hilir yang sebesar 1.320 ribu ton.
"Dengan demikian dapat dilihat bahwa masalah utama tidak terkait langsung dengan industri hilir," kata dia.
(NIA DEVIYANA)