sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Jika Tak Ada Investasi Masuk, Begini Nasib Industri MRO RI Lima Tahun Lagi

Economics editor Iqbal Dwi Purnama
15/10/2025 04:04 WIB
Terlebih lagi, pengembangan industri ini masih memerlukan investasi yang tidak murah serta kolaborasi dengan investor asing yang menggeluti bidang serupa.
Jika Tak Ada Investasi Masuk, Begini Nasib Industri MRO RI Lima Tahun Lagi. (Foto Iqbal Dwi/IMG)
Jika Tak Ada Investasi Masuk, Begini Nasib Industri MRO RI Lima Tahun Lagi. (Foto Iqbal Dwi/IMG)

IDXChannel - Ketua Umum Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Andi Fahrurrozi memproyeksikan dalam lima tahun mendatang, perbaikan mesin pesawat akan ditangani 100 persen di luar negeri.

Pernyataan tersebut disampaikan berkaitan dengan kemampuan dan kapasitas industri Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) pesawat di dalam negeri masih sangat terbatas.

Terlebih lagi, pengembangan industri ini masih memerlukan investasi yang tidak murah serta kolaborasi dengan investor asing yang menggeluti bidang serupa.

"Kemampuan engine dan komponen di Indonesia itu semakin lama semakin menurun, teknologi baru tidak ada yang punya kapabilitas, kalau ini tidak ada yang investasi di dalam negeri, dalam lima tahun ke depan 100 persen engine (perbaikan mesin pesawat) akan dikirim di luar negeri," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Direktur Utama Garuda PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) itu juga menjelaskan, Indonesia merupakan pasar MRO terbesar di Asia Tenggara, dengan total nilai mencapai USD1-1,5 miliar pada 2023. Namun, sekitar 46 persen pasar MRO masih dikerjakan oleh perusahaan asing, sementara 54 persen sisanya dilakukan di dalam negeri.

Jika dirinci, perawatan airframe dan line maintenance sudah mencapai 90 persen aktivitas dilakukan oleh AMO domestik. Sebaliknya, perawatan engine dan komponen masih didominasi oleh MRO asing, lebih dari 70 persen pekerjaan dilakukan di luar negeri.

Pengiriman mesin pesawat dalam rangka perbaikan tentu akan menimbulkan beban biaya yang lebih besar bagi industri maskapai di tanah air. Hal tersebut tentu akan berdampak juga pada biaya operasional maskapai yang dibebankan kepada penumpang dalam membentuk harga tiket pesawat.

Andi Fahrurrozi mengatakan, ada tiga tantangan utama dalam peningkatan kapabilitas MRO nasional. Pertama, keterbatasan volume pekerjaan yang membuat investasi peningkatan kemampuan teknis menjadi tidak ekonomis. 

Kedua, dominasi Original Equipment Manufacturer (OEM) dalam layanan aftersales dan reparasi komponen, di mana sebagian besar aktivitas repair masih menjadi hak eksklusif OEM.

Ketiga, tingginya biaya investasi, sehingga diperlukan kemitraan atau partnership untuk memperkuat kapasitas dan menambah capital expenditure.

Dia mengaku bukan tidak ada investor yang berminat melakukan investasi di industri ini. Namun, masalah pungutan pajak dan kepastian regulasi membuat investor berpikir ulang untuk menjalin kemitraan untuk pengembangan industri MRO di Tanah Air.

"Dari luar itu sudah banyak yang menunggu, cuman tadi masalah regulasinya kita tunggu, karena investor selama ini tidak jadi masuk karena masalah maslah seperti tadi, seperti pajak, bea masuk, dan lainnya," kata dia.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement