"Selain itu, usaha mikro dan kecil yang bergantung pada aktivitas pabrik, seperti warung, angkutan, dan logistik lokal juga akan terdampak. Ekonomi daerah yang sangat tergantung pada komoditas karet akan mengalami pelemahan drastis, menurunkan daya beli masyarakat dan meningkatkan risiko kemiskinan struktural," ujarnya.
Edy kemudian mengatakan tidak semua daerah penghasil karet cocok untuk budidaya komoditi selain karet. Banyak petani yang berada di dataran tinggi, tanah marginal, atau daerah berlereng curam tidak memiliki pilihan lain selain tetap menanam karet.
Akan tetapi, ketika pasar lokal menghilang karena tutupnya industri pengolahan, petani-petani ini menjadi kelompok yang paling dirugikan. Mereka kehilangan akses pasar, insentif untuk merawat kebun, dan mengalami tekanan ekonomi yang makin berat.
"Ketimpangan antarwilayah pun semakin melebar karena tidak semua daerah memiliki alternatif komoditas pengganti yang layak," katanya.
Edy menuturkan, Indonesia memiliki sekitar 14 pabrik ban yang sangat bergantung pada pasokan karet remah (SIR) dari dalam negeri. Apabila bahan baku ini semakin sulit didapat akibat konversi lahan, maka industri ban terpaksa mengandalkan impor.