Saat itu harga telur ayam di tingkat pengecer jatuh sampai Rp14.000 per kg. Dengan harga segitu, para peternak merugi karena ongkos telur mereka berkisar Rp24.000 per kg. Hingga akhirnya para peternak melakukan afkir dini yakni memotong induk ayam dijadikan ayam potong.
Kemudian, faktor pemicunya lainnya yakni karena adanya bantuan sosial (bansos) pemerintah kepada masyarakat yang salah satu isi sembakonya telur ayam. Ditambah, bansos tersebut dirapel tiga bulan dalam waktu lima hari. Sehingga permintaan melebihi produksi.
"Yang kedua, memang Mensos (Menteri Sosial) tidak memberi (bansos) telur tapi memberikan bantuan (uang tunai) kepada daerah, dan daerah menjadikan itu bantuan dalam bentuk pangan dan itu rupanya kesepakatan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Sosial dulu. Karena telur dulu nggak laku. Nah kebijakannya diteruskan walaupun zaman sudah berbeda. Jadi program keluarga harapan (PKH) bantuannya dibelikan pangan antara lain telur," jabar Mendag.
Tambah Mendag, kegiatan masyarakat sudah kembali normal. Hal itu dibuktikan dari kunjungan restoran yang dipenuhi pengunjung. Sehingga mengakibatkan kenaikan permintaan telur ayam oleh pelaku industri makanan. (TYO)