Kepada para nasabah di Pekanbaru, mereka menawari bunga deposito 9-12 persen pertahun dengan produk promissory note PT WBN dan PT TGP. Pada awalnya mereka membayar bunga deposito.
Saat menawarkan promossory note, Maryani mengiming-imingi bunga yang sangat tinggi melebihi bunga bank pada umumnya. Di mana bunga bank pada umumnya hanya 5 persen pertahun, tapi Maryani menjanjikan bunga 6 sampai 12 persen pertahun. Namun sejak 2019, tidak ada pembayaran lagi. Akibatnya, nasabah dirugikan Rp84,9 miliar.
Para nasabah belakangan meminta uang mereka dikembalikan. Para terdakwa pun berjanji akan mengembalikan uang nasabah. Karena tidak kunjung mendapatkan bunga depositonya, para nasabah meminta modal mereka saja dikembalikan.
Awal tahun 2020, para terdakwa berjanji untuk mengembalikan modal. Namun belakangan semuanya tidak terealisasi. Kasus ini akhirnya diambil alih oleh Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Kemudian, dilimpahkan ke Kejari Pekanbaru.
"PT WBN dan TGP dalam penerbitannya tidak memiliki izin dari Bank Indonesia dan tidak memenuhi persyaratan dan kualifikasi untuk disebut sebagai Promisory Note sesuai peraturan perbankan," imbuhnya.