sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kilas Ekonomi-Politik Dunia 2023: Sikap The Fed, Krisis Perbankan AS, hingga Perang Israel-Palestina

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
22/12/2023 14:52 WIB
Sepanjang tahun ini, sejumlah sentimen makro membuat pasar global dan domestik bergejolak.
Kilas Ekonomi-Politik Dunia 2023: Sikap The Fed, Krisis Perbankan AS, hingga Perang Israel-Palestina. (Foto: MNC Media)
Kilas Ekonomi-Politik Dunia 2023: Sikap The Fed, Krisis Perbankan AS, hingga Perang Israel-Palestina. (Foto: MNC Media)

Angka-angka suram sektor properti kembali datang karena pengembang real estat swasta terbesar di negara itu, Country Garden, berusaha untuk menunda pembayaran obligasi swasta untuk pertama kalinya. Keadaan ini menambah tekanan pada Beijing untuk turun tangan.

Country Garden ditaksir kemungkinan besar bakal menelan kerugian hingga USD7,6 Miliar atau setara Rp114,8 triliun (Kurs Rp15.118 per USD) selama periode enam bulan pertama tahun ini.

Sektor real estat sebelumnya pernah menjadi pilar ekonomi China dan kini telah mengalami penurunan penjualan, likuiditas yang ketat, dan serangkaian default pengembang sejak akhir 2021.

Krisis utang di sektor ini semakin dalam beberapa hari terakhir dengan semakin banyaknya pengembang swasta yang memulai proses restrukturisasi utang di tengah meningkatnya seruan agar Beijing meluncurkan stimulus untuk menopang sektor yang menyumbang sekitar seperempat ekonomi negara tersebut.

Perang Israel-Palestina

Serangan yang dilancarkan kelompok pejuang pembebasan Palestina, Hamas, kepada Israel pada Sabtu (7/10/2023), menyebabkan gejolak di pasar saham maupun komoditas global.

Tensi geopolitik Timur Tengah juga memanas akibat serangan ini. Awal mula konflik pecah saat pejuang Hamas melancarkan invasi yang belum pernah terjadi sebelumnya melintasi perbatasan selatan Israel dengan Gaza, menyerbu kota-kota Israel dan membunuh tentara Israel dan warga sipil.

Ribuan roket ditembakkan ke wilayah Israel, dan menyebabkan setidaknya 100 warga Israel tewas. Seorang pejabat senior Knesset mengatakan serangan tersebut menyebabkan kematian warga sipil terbanyak dalam satu hari sepanjang sejarah negara tersebut.

Pertempuran di Israel selatan masih berlangsung, dengan laporan bahwa Hamas membawa sandera Israel kembali ke Gaza. Serangan udara balasan Israel telah menewaskan hampir 200 warga Palestina, jumlah yang mungkin akan terus bertambah.

Pecahnya konflik geopolitik ini menyebabkan pasar langsung bereaksi keras. Harga minyak melonjak lebih dari USD4 per barel di awal perdagangan Asia pada Senin (9/10).

Tak hanya minyak, emas sempat melonjak 1 persen menjadi sekitar USD1.850 per ounce. Kenaikan emas juga memperpanjang kenaikan dari sesi sebelumnya seiring berlanjutnya konflik Israel-Hamas hingga hari ketiga. Saham-saham berjangka AS juga jatuh karena konflik yang meletus di Timur Tengah ini.

Tak hanya itu, pecahnya perang Israel-Palestina juga mendorong wacana boikot terhadap sejumlah produk.

Beberapa negara dengan mayoritas Muslim melakukan boikot terhadap brand-brand yang mendukung Israel. Hal ini dilakukan untuk menyampaikan pesan bahwa mereka mengkritik serangan Israel yang membabi buta terhadap warga Palestina di Gaza.

Sejumlah brand ini cukup terkenal dan ada dalam kehidupan sehari-hari seperti Starbucks, McDonald, Netflix, Pepsi, KFC, hingga Disney.

Secara terbuka brand-brand ini menyatakan dukungannya terhadap Israel dan serangan militer mereka ke Palestina.

Beberapa perusahaan besar dunia ini juga menghadapi penurunan harga saham yang signifikan akibat dari aksi boikot terkait dukungan mereka terhadap Israel.

Kampanye boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang mendukung pendudukan Israel telah berdampak negatif pada harga saham beberapa perusahaan besar di Wall Street.

Mengutip laporan Daily News Egypt (26/10/2023), kampanye boikot yang dimulai sejak 10 Oktober di kalangan pengguna media sosial, berdampak pada saham perusahaan yang memiliki waralaba di negara-negara Arab atau memberikan sumbangan besar ke Israel.

Kenaikan Kasus Covid-19

Kenaikan kasus Covid-19 terjadi menjelang akhir tahun ini. Berdasarkan data di situs Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus Covid-19 di Indonesia masih naik sampai sepekan menjelang Natal 2023.

Sebelumnya, sepanjang November 2023 hanya ada penambahan sekitar 7—40 kasus konfirmasi Covid-19 per hari secara nasional. Kemudian pada awal Desember 2023 angkanya naik hingga melampaui 100 kasus per hari. Memasuki periode 12-17 Desember 2023 penambahan kasus kembali terjadi di kisaran 200—350 kasus per hari.

Menurut Ditjen P2P, kenaikan kasus Covid-19 pada Desember 2023 juga terjadi di sejumlah negara tetangga, seperti Singapura, Filipina, dan Malaysia. Kenaikan kasus di dalam negeri didominasi subvarian Omicron XBB 1.5, yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi Covid-19 di Eropa dan AS.

Saham emiten kesehatan, farmasi hingga rumah sakit (RS) sempat mencuri panggung akhir-akhir ini karena seolah mengulang memori 2020-2021, ketika pagebluk Covid-19 merebak.

Menanggapi naiknya kasus Covid-19 jelang akhir tahun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengklasifikasikan virus Covid-19 varian JN.1 sebagai variant of interest yang pertama kali terdeteksi di AS pada September. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut menyatakan risikonya terhada kesehatan masyarakat saat ini masih rendah.

Beberapa ahli menjelaskan kepada Reuters bahwa meskipun JN.1 dapat menghindari sistem kekebalan tubuh dan menular dengan lebih mudah, varian ini relatif tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah.

JN.1 sebelumnya diklasifikasikan sebagai variant of interest sebagai bagian dari garis keturunan varian BA.2.86, tetapi WHO sekarang telah mengklasifikasikannya sebagai variant of interest secara terpisah.

WHO mengatakan vaksin yang ada saat ini dapat melindungi dari penyakit parah dan kematian akibat JN.1 dan varian Covid-19 lainnya yang beredar.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan awal bulan ini bahwa sub-varian JN.1 mencakup sekitar 15 persen hingga 29 persen kasus di Amerika Serikat (AS). CDC mengatakan saat ini tidak ada bukti bahwa JN.1 menghadirkan peningkatan risiko terhadap kesehatan masyarakat dibandingkan dengan varian lainnya. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement