"Maka dari itu, saya lebih suka menggunakan terminologi terjadi pembetulan harga komoditas di pasar dunia itu bukan menurun atau melandai, tetapi kembali ke harga normal seperti sebelum masa pandemi," tambah Ryan.
Pembetulan harga ini membuat seolah-olah hasil ekspor impor kuartal II tahun ini dibandingkan tahun lalu seakan minus. Tapi, jika dilihat dari segi volume, seperti yang disampaikan BPS, tidak minus.
"Hanya karena devaluasi ke Rupiah, makanya nilainya merosot," tambahnya.
Dia mencontohkan, dalam pertumbuhan ekonomi, ibarat Indonesia punya striker utama adalah pengeluaran/konsumsi rumah tangga. Kemudian striker keduanya adalah investasi langsung atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB).
"Striker ketiga sesungguhnya dari aktivitas ekspor dan impor. Baru yang keempat sebagai absorber atau buffer dari fiskal yaitu konsumsi belanja pemerintah," tandas Ryan.
(SLF)