"Tentu harapan itu juga ditopang dengan adanya insentif pemerintah berupa diskon agar tidak terkait masalah tax-nya ya. Itu menjadi harapan. Tapi kita gak tahu apakah implementasi itu berjalan sesuai dengan yang menjadi tujuan dari pemerintah memberikan insentif itu. Karena kalau itu emang berhasil, berarti kan bisa menjaga situasi okupansi di bulan Nataru nanti," tutur dia.
Yusran mengungkapkan, kinerja industri hotel pada 2025 sendiri mengalami perlambatan signifikan dibandingkan 2024. Penyebab utamanya adalah penurunan aktivitas pemerintah yang selama ini menjadi pasar terbesar sektor perhotelan.
"Karena pasar terbesar kita kan adanya di pasar pemerintah. Biasanya di penghujung tahun itu justru malah meningkatkan kegiatan aktivitasnya. Kalau kita perhatikan seperti di Jakarta, itu masih bagus lah. Tapi kalau sudah bergeser ke berbagai daerah, kegiatannya itu sangat minim," kata dia.
Yusran memperkirakan, rata-rata tingkat okupansi hotel tahun ini berada di kisaran 45 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pemangkasan anggaran kementerian/lembaga juga turut menekan tingkat hunian.
Menurutnya, kontribusi kegiatan pemerintah terhadap bisnis hotel secara nasional sangat besar, bahkan bisa mencapai 60-80 persen. Dia berharap penyerapan anggaran pemerintah bisa dilakukan secara merata sehingga industri hotel mendapat dampak positif.