Jay Westerveld sebagai ahli lingkungan menciptakan istilah ini pada 1986 yang mengkritik gerakan ‘Save The Towel’ dari sebuah hotel yang lokasinya berada di tepi pantai.
Gerakan itu dibuat oleh hotel tersebut dengan tujuan untuk menyelamatkan lingkungan dan terumbu karang. Namun dalam praktiknya, hotel itu malah melakukan ekspansi ke arah pantai dan kampanye dibuat hanya untuk menaikkan keuntungan.
Emma Priestland, koordinator organisasi lingkungan Break Free From Plastic, menyebut apa yang dilakukan Coca-Cola mensponsori COP27 adalah murni ‘greenwash’. Karena Coca-Cola adalah salah satu pengguna plastik terbesar di dunia.
“Selama empat tahun, kami menemukan Cola-Cola sebagai pencemar plastik teratas dunia dalam audit merek tahunan kami. Mengejutkan bahwa perusahaan yang begitu terikat dengan industri bahan bakar fosil diizinkan untuk mensponsori pertemuan iklim yang begitu penting,” kata Emma kepada Guardian.
Adapun Coca-Cola disebut memproduksi 120 miliar botol plastik sekali pakai dalam setahun dan 99% plastik tersebut terbuat dari bahan bakar fosil yang memperburuk krisis plastik dan iklim.
“Sangat membingungkan bahwa Coca-Cola – pencemar plastik terbesar di dunia berdasarkan hasil audit– akan mensponsori Konferensi Para Pihak (COP27) UNFCCC tahun ini di Mesir” ujar John Hocevar, direktur kampanye kelautan di Greenpeace AS.
John menambahkan, perusahaan ini belum menjelaskan bagaimana mereka akan memenuhi tujuan iklim mereka dan mengakhiri kecanduan plastik mereka. Kemitraan ini disebut merusak tujuan dari acara inti dari COP27.
Lalu, bagaimana potensi greenwashing dalam ajang KTT G20?
Ini mengingat, event tersebut didukung oleh sejumlah perusahaan besar yang secara tradisional bergerak di bidang energi konvensional dan transportasi.
Sebut saja, beberapa perusahaan yang menjadi sponsor kebutuhan kendaraan listrik dalam gelaran KTT G20. Ada PT Toyota-Astra Motor, Wuling Motors, hingga perusahaan energi PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Astra, misalnya, selama ini menjadi produsen dan distributor utama kendaraan berbahan bakar fosil di Indonesia.
Hingga September, Toyota-Astra Motor mencetak penjualan sebanyak 243.080 unit, naik 17% yoy dibanding tahun lalu sebanyak 207.881 unit.
Kendaraan non listrik yang digunakan di gelaran G20 juga masih cukup banyak mencapai 515 unit. Di antaranya mobil milik Toyota merk Alphard, Camry, Innova, hingga Hiace.
Ancaman greenwashing tetap harus diwaspadai dalam pertemuan-pertemuan semacam COP27 dan G20.
Mengingat tindakan nyata dari kepedulian pada lingkungan diperlukan agar benar-benar berdampak bagi kelestarian lingkungan. (ADF)