IDXChannel - Pemerintah mengidentifikasi sedikitnya ada lima tantangan utama yang harus dihadapi dalam mendongkrak hilirisasi di sektor komoditas aluminium.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, saat hadir dalam pengukuhan Gabungan Industri Aluminium Indonesia (Galunesia), di Jakarta, Rabu (14/6/2023).
"(Tantangan) Pertama (hilirisasi aluminium) terkait ketersediaan infrastruktur dan energi, baik berupa jalan, pelabuhan dan juga (ketersediaan pasokan) listrik di luar Pulau Jawa," ujar Agus, dalam sambutannya.
Ketersediaan pasokan listrik yang memadai tersebut, menurut Agus, sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan smelter.
Sementara tantangan kedua, Agus menjelaskan, yaitu terkait ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki ketrampilan memadai dalam mendukung kegiatan semelter.
Lalu tangan ketiga adalah pelaksanaan riset dan penelitian terkait komoditas aluminium yang membutuhkan modal yang cukup signifikan, serta ketersediaan teknologi yang memadai.
Selanjutnya, tantangan keempat disebut Agus lebih pada ketersediaan logistik guna mendukung kinerja industri aluminium nasional.
"Sedangkan yang kelima, tantangan dari sisi eksternal, yaitu dalam bentuk resistensi dari pihak luar negeri terhadap kebijakan hilirisasi," tutur Agus.
Meski demikian, dengan masih adanya lima tantangan tersebut di lapangan, Agus menegaskan bahwa hal tersebut tidak menyurutkan komitmen pemerintah dalam menggenjot hilirisasi industri berbasis pengolahan sumber daya mineral logam. Tak terkecuali untuk jenis komoditas aluminium.
Bahkan, Agus menyatakan bahwa aluminium merupakan salah satu sumber daya mineral logam yang menjadi fokus kebijakan hilirisasi pemerintah saat ini.
Hal tersebut tak lepas dari potensi pasar domestik yang dimiliki komoditas aluminium, yang diperkirakan mencapai lebih dari satu juta ton per tahun.
Sayang, meski pasarnya besar dan potensial, pemerintah melalui PT Industri Asahan Aluminium (Inalum) baru bisa menyediakan pasokan sebesar 250 ribu ton saja.
"Sehingga secara pasar masih sangat terbuka untuk digarap. Masih terdapat room to grow yang sangat besar bagi investor untuk memenuhi kebutuhan aluminium nasional," ungkap Agus.
Guna menjawab berbagai tantangan tersebut, Agus menyebut pihaknya telah melakukan sinergi dengan berbagai pihak terkait, termasuk dengan para pelaku industri yang tergabung dalam asosiasi.
Karenanya, Agus berharap hadirnya Galunesia dapat menjadi energi baru untuk menjawab setiap tantangan yang ada dalam upaya mendongkrak hilirisasi di dalam negeri.
"Kami sangat mengharapkan Galunesia ini dapat meningkatkan komunikasi antar angggotanya, dan juga antara anggota dengan pemerintah, serta memperkuat data yang saat ini menjadi kunci keberhasilan di sektor apapun. Termasuk juga di industri aluminium nasional," tegas Agus. (TSA)