IDXChannel—Artikel ini akan mengulas pengertian, jenis, dan dampak inflasi. Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus, dan terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Inflasi terjadi karena beberapa hal. Antara lain permintaan pasar yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan yang sama besar, kenaikan biaya produksi, dan peningkatan peredaran uang di masyarakat.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi, yakni ketika harga barang dan jasa menurun terus menerus dalam kurun waktu tertentu. Tiap negara menghitung laju inflasi di wilayahnya masing-masing secara berkala.
Lembaga yang bertugas menghitung laju inflasi di Indonesia adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi dihitung per bulan, kuartal (tiga bulan), semester, dan tahunan. BPS mendata harga barang dan jasa di kota-kota besar yang menjadi acuan perhitungan inflasi.
Inflasi tidak selamanya berarti buruk. Laju inflasi yang terjaga baik menandakan perekonomian yang bergerak stabil dan daya beli masyarakat yang baik. Pemerintah baru mewaspadai jika laju inflasi terlalu tinggi dan tidak terkendali.
Sebaliknya, deflasi bisa menandakan daya beli masyarakat yang menurun dan persediaan barang yang banyak namun tidak dibarengi dengan permintaan pasar. Sehingga perekonomian dianggap lesu.
Ada beberapa jenis inflasi yang patut diketahui. Mengutip BNI Sekuritas (3/6), berikut ini adalah jenis inflasi berikut penjelasannya.
1. Inflasi Ringan
Inflasi ringan adalah inflasi yang mudah dikendalikan dan dianggap belum mengganggu perekonomian suatu wilayah. Kenaikan harga barang dan jasa biasanya berada di bawah 10% per tahun dan masih dapat dikendalikan.
2. Inflasi Sedang
Kenaikan harga pada inflasi sedang berada di tingkat 10-30% per tahun, dan dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat berpenghasilan tetap, namun belum dianggap membahayakan perekonomian negara.
3. Inflasi Berat
Kenaikan harga pada inflasi berat mencapai 30-100% per tahun dan dapat menggoyahkan perekonomian suatu negara. Dalam kondisi ini, masyarakat lebih memilih untuk menyimpan barang dan uang alih-alih berbelanja.
4. Hyperinflation
Hyperinflation adalah jenis inflasi paling parah. Ini terjadi ketika laju harga sudah tidak terkendali, yakni di kisaran 100% per tahun. Keadaan seperti ini sudah sulit dikendalikan meskipun pemerintah telah mengintervensi melalui beragam kebijakan.
Contoh negara dengan hyperinflation adalah Zimbabwe. Mata uang sudah tak lagi berharga di negara tersebut, barang kebutuhan pokok bisa dihargai ribuan kali lipat karena nilai uang sudah anjlok.
Kembali pada bahasan sebelumnya, inflasi bisa berarti buruk, namun bisa juga berarti baik pada skala tertentu. Begitu pula dengan dampaknya. Ada beberapa pihak yang diuntungkan dengan laju inflasi yang terkendali.
Namun ada pula jenis inflasi yang merugikan, dan ada kalanya inflasi merugikan pihak lainnya. Misalnya, ketika biaya produksi naik maka harga barang pun naik, dan produsen dapat memperoleh penghasilan yang meningkat pula.
Sementara dampak negatif inflasi yang paling nyata adalah potensi penurunan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Ketika harga barang dan jasa naik terus menerus, masyarakat makin enggan membeli barang karena harga produk kelewat mahal.
Berikut ini adalah beberapa dampak negatif inflasi yang dapat diamati:
- Distribusi pendapatan tidak merata, hanya produsen atau pengusaha yang berpotensi mendapatkan keuntungan
- Membuat perekonomian negara tidak stabil
- Permintaan barang meningkat, namun persediaan barang di pasar tidak mencukupi
- Menurunkan kesejahteraan rakyat karena harga barang naik, namun pemasukannya tetap
- Biaya ekspor melambung karena devisa negara menurun
- Harga bahan pokok tidak stabil
- Bunga pinjaman yang naik
Ketika terjadi inflasi, pemerintah biasanya akan menerapkan kebijakan moneter dan fiskal. Antara lain dengan menaikkan suku bunga, menggelar operasi pasar murah, menjaga peredaran uang di masyarakat, dan sebagainya.
Itulah penjelasan tentang pengertian, jenis, dan dampak inflasi yang menarik untuk diketahui. (NKK)