IDXChannel - Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin Arus Gunawan mengungkapkan SDM terampil menjadi salah satu kunci utama dalam mendongkrak kemampuan industri, selain melalui investasi dan teknologi.
“Dalam hal ini, Indonesia memiliki modal besar dari ketersediaan SDM produktif karena sedang menikmati masa bonus demografi hingga tahun 2030,” ujarnya di Jakarta, dikutip Selasa (10/8/2021).
Merujuk pada aspirasi besar Making Indonesia 4.0, Indonesia ditargetkan masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Oleh sebab itu, Kemenperin telah menginisiasi beragam program dan kegiatan yang terkait pendidikan vokasi industri.
Lebih lanjut, Arus mengajak berbagai pihak untuk mewujudkan SDM Indonesia yang unggul, khususnya di sektor industri.
“Dengan kolaborasi antara stakeholders, tujuan yang diinginkan akan lebih mudah terlaksana dan tepat sasaran,” tuturnya.
Ia menambahkan salah satu kerja sama yang direalisasikan, yakni antara BPSDMI Kemenperin dengan Prospera (program kemitraan Indonesia-Australia untuk perekonomian).
Kepala Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri Kemenperin Iken Retnowulan menjelaskan bahwa Prospera telah melaksanakan asesmen berbasis gender terhadap unit pendidikan di lingkungan BPSDMI Kemenperin dengan melakukan analisis awal terhadap data dosen, guru dan mahasiswa/siswa, serta program studi.
“Hasil review data tersebut nantinya dijadikan salah satu dasar kebijakan yang akan diambil lebih lanjut untuk pengembangan vokasi industri sesuai kebutuhan industri, terutama dalam hal mewujudkan kesetaraan gender pada berbagai prodi sehingga lulusan perempuan yang bekerja di sektor industri juga menjadi penyumbang dalam peningkatan GDP di Indonesia,” papar Iken.
Menurut Iken, peran kesetaraan gender di Indonesia sangat diperlukan. “Berdasarkan Mckinsey Global Institute Report (2015), pertumbuhan kesetaraan gender sebesar 10% diyakini mampu meningkatkan GDP sebesar USD 135 juta pada 2025 dibandingkan dengan kondisi business as usual,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Eni Widiyanti menyampaikan, peran perempuan di bidang STEM (science, technology, engineering and mathematic) masih kurang. Perempuan juga kurang dilibatkan partisipasinya dalam dunia kerja di bidang teknologi.
“Menurut data BPS, ada sekitar 57% perempuan yang keluar dari pekerjaan. Oleh karenanya, kita membutuhkan desain pekerjaan masa depan yang fleksibel untuk membantu para perempuan dalam melakukan pekerjaannya,” ujar Eni.
Sebagai informasi, berdasarkan studi dari UNESCO pada 2015, rendahnya tingkat partisipasi pekerja perempuan di bidang industri disebabkan oleh persepsi bahwa lingkungan kerja di industri yang melibatkan pekerjaan fisik dan dominan pekerja laki-laki, sehingga tidak menarik bagi pekerja perempuan.
Sementara itu, berdasarkan Sakernas BPS tahun 2020, jumlah pekerja pada sektor industri sebanyak 17,48 juta dengan proporsi pekerja perempuan sebesar 43,68%, atau menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. (NDA)