Studi Forest Watch Indonesia 2024 mengaitkan tambang dengan deforestasi, banjir, dan longsor. Sementara penelitian Dr Michaela Guo Ying Lo dari Universitas Kent pada 2024 di Sulawesi menunjukkan penurunan kesejahteraan lingkungan meski ada pengurangan kemiskinan lokal akibat tambang.
Aktivis lingkungan dari Jatam Jakarta, Imam Shofwan, mengkritik langkah paradoks perusakan alam lewat penambangan nikel dengan dalih mengurangi bahan bakar fosil dan mencegah perubahan iklim. "Nikel dipromosikan sebagai solusi iklim, tapi malah menggunduli hutan dan merusak lahan pertanian, terutama di daerah pesisir rentan banjir," ujarnya.
Sementara Dr Erdmann menuturkan, dilema nikel ini mengerikan karena penambangan selalu merusak, namun elektrifikasi juga jadi kebutuhan.
Pegiat Greenpeace dan lainnya khawatir keputusan pemerintah mencabut izin sejumlah tambang nikel di Raja Ampat bisa digugat hukum oleh perusahaan tambang. Apalagi, satu perusahaan di Pulau Gag, yang kaya deposit nikel, masih diizinkan beroperasi, dengan pemerintah memerintahkan pemulihan dampak ekologis.
(Ahmad Islamy Jamil)