sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menanti Laju Aliran Kredit Jelang Lebaran 2023

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
07/04/2023 17:00 WIB
Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2023, kebutuhan masyarakat diprediksi akan meningkat.
Menanti Laju Aliran Kredit Jelang Lebaran 2023. (Foto: MNC Media)
Menanti Laju Aliran Kredit Jelang Lebaran 2023. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2023, kebutuhan masyarakat diprediksi akan meningkat. Hal ini menjadi peluang bagi sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya, termasuk fintech, untuk mendorong pertumbuhan kredit.

Jika dilihat dari kinerja penyaluran kredit perbankan, masyarakat Indonesia masih bergantung pada kredit konsumsi yang biasanya disediakan oleh perbankan konvensional.

Namun, perkembangan fintech di Indonesia yang begitu pesat dalam beberapa tahun belakangan juga kerap kali menjadi solusi instan masyarakat untuk mendapatkan dana segar.

Apalagi menjelang lebaran, konsumsi rumah tangga diproyeksi juga akan meroket. Optimisme geliat konsumsi ini dipotret dalam survei Jakpat bertajuk Welcoming 2023 Ramadan & Eid yang dirilis pada Rabu (15/3.

Hasilnya, anggaran belanja, baik untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran atau kebutuhan lainnya masuk ke dalam posisi lima besar prioritas masyarakat dengan persentase masing-masing 69% dan 53%.

Pengeluaran lain yang masuk ke dalam posisi 10 besar lebih banyak dialokasikan untuk aktivitas-aktivitas pemberian. Beberapa di antaranya adalah untuk mudik (43%), bepergian dan liburan (42%), uang tunai untuk hadiah lebaran (42%), dan pemberian bingkisan atau hampers (36%).

Lalu bagaimana kinerja kredit perbankan dan lembaga keuangan lainnya sepanjang awal 2023 ini? Akankah momen Ramadhan dan lebaran dapat meningkatkan permintaan kredit?

Optimisme Kredit Perbankan

Kredit perbankan masih menjadi solusi masyarakat dalam memperoleh dana segar, apalagi menjelang hari besar seperti Idul Fitri.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), Penyaluran kredit baru oleh perbankan yang terpotret pada Februari 2023 terindikasi meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.

Tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru tercatat positif sebesar 66,7%, berbalik dari SBT pada bulan sebelumnya yang tercatat negatif sebesar -7,2%.

Faktor utama yang memengaruhi penyaluran kredit baru tersebut antara lain permintaan pembiayaan dari nasabah, prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan, serta tingkat persaingan usaha dari bank lain.

Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit baru terindikasi meningkat pada seluruh jenis kredit. Utamanya di sisi rumah tangga, permintaan pembiayaan baru terindikasi relatif stabil pada Februari 2023.

Mayoritas rumah tangga mengajukan jenis pembiayaan berupa kredit multiguna dan memilih bank umum sebagai sumber utama penambahan pembiayaan.

Data BI mencatatkan penyaluran kredit multiguna mencapai Rp 1.083,2 triliun pada Februari 2023. Nilai ini tumbuh 10,3% year on year (YoY) dibandingkan Februari 2022.

Sejalan dengan capaian pada Februari, BI memperkirakan penyaluran kredit baru akan terus meningkat pada Maret 2023, terindikasi dari nilai SBT perkiraan penyaluran kredit baru Maret 2023 sebesar 78,9%.

Secara spesifik, untuk kredit konsumsi yang terbagi dalam KPR dan konsumsi lainya, masing-masing akan meningkat 66,3% dan 59,3%. (Lihat grafik di bawah ini.)

Penyaluran ini juga diperkirakan terjadi pada seluruh kategori bank dan seluruh jenis penggunaan.

Sumber utama pembiayaan rumah tangga berasal dari pinjaman bank umum dengan pangsa sebesar 39,7%, sedikit meningkat dibanding Januari 2023 sebesar 38,9%.

Penggunaan kredit terbesar adalah di segmen kredit multiguna dengan pangsa sebesar 43,7%. Pangsa kredit ini tetap kuat, meskipun melambat tipis dari bulan sebelumnya sebesar 44,5%

Jenis pembiayaan lainnya di antaranya kredit kendaraan bermotor (KKB) sebesar 21,3%, kredit peralatan rumah tangga dengan pangsa 12%, kredit kepemilikan rumah dengan pangsa 9,5%, dan kartu kredit dengan pangsa 5%.

Menariknya, pengajuan terhadap kredit peralatan rumah tangga dan kartu kredit terindikasi meningkat.

Berdasarkan tingkat pengeluaran, mayoritas penambahan pembiayaan pada Februari 2023 dilakukan oleh rumah tangga dengan tingkat pengeluaran Rp1-3 juta per bulan yaitu sebesar 46,5% dari total pengajuan kredit.

Sementara permintaan pembiayaan rumah tangga dengan tingkat pengeluaran Rp3-5 juta dan di atas Rp5 juta per bulan terpantau menurun dibandingkan Januari 2023 sebesar 36,7% dan 16,8%.

Selain itu, jelang lebaran BI juga mencatat penurunan perilaku menyimpan uang dari masyarakat.

Secara keseluruhan, tabungan tumbuh 5,1%, melambat dari sebelumnya 5,6%. Produk giro tumbuh 19,1%, lebih rendah dari 19,6% pada Januari 2023.

Secara khusus, tabungan masyarakat tercatat melambat pada Februari 2023, tumbuh 3,9% dibandingkan bulan sebelumnya 4,6% menjadi Rp 2.289,4 triliun.

Meski demikian penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada Februari 2023 mencapai sebesar Rp 7.775,7 triliun atau tumbuh 9,1%, dibandingkan bulan sebelumnya 8,5%.

"Perkembangan DPK terutama dipengaruhi oleh DPK korporasi dan perorangan," tulis BI dalam laporan uang beredar (M2) 2023, Kamis (24/3/2023).

Kenaikan DPK ini ditopang oleh simpanan jangka panjang perorangan yang tumbuh 5,2%, menjadi Rp 1.412,5 triliun.

Lebih lanjut, BI mencatat simpanan berjangka tumbuh 5,5% secara tahunan pada Februari 2023. Persentase ini naik dibandingkan bulan Januari sebesar 3,3%.

Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan suku bunga simpanan berjangka.

Pinjaman Fintech dan Multifinance

Tak hanya dana dari kredit perbankan, masyarakat nampaknya memiliki alternatif lain dalam meminjam dana segar.

Catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penyaluran pinjaman online (pinjol) yang bersumber dari fintech lending mencapai Rp18,23 triliun pada Februari 2023.

Jumlah tersebut turun 2,7% dibandingkan pada bulan sebelumnya sebesar Rp18,74 triliun. 

Namun, jika dibandingkan secara tahunan, penyaluran pinjaman fintech lending tersebut tumbuh 10,3%.

Pada Februari 2023, jumlah penerima pinjaman fintech lending sebanyak 13,39 juta entitas.

Mayoritas peminjam berasal dari Jawa Barat yang berjumlah 3,75 juta entitas dengan nilai pinjaman sebesar Rp4,77 triliun.  

Jakarta menyusul dengan 2,7 juta peminjam yang memiliki nilai pinjaman sebesar Rp3,74 triliun.

Jawa Timur menduduki urutan ke tiga sebanyak 1,51 juta entitas dengan nilai pinjaman Rp2,66 triliun.

Secara kumulatif, jumlah penyaluran pinjol dalam setahun terakhir mencapai Rp248,7 triliun.

Secara khusus, penyaluran pinjaman ke sektor produktif mencapai Rp7,4 triliun.

Nilai tersebut setara dengan 40,67% dari total penyaluran pinjaman fintech lending. Secara bulanan, penyaluran pinjol ke sektor produktif meningkat 4,6% secara month to month (m-t-m) pada Februari 2023.

Sektor yang meraih pinjaman fintech lending paling besar di antaranya perdagangan besar dan eceran, reparasi, serta perawatan mobil dan sepeda motor yakni Rp2,38 triliun.

Jika dibandingkan tahun lalu, menurut laporan OJK, jumlah penyaluran pinjol mencapai Rp17,91 triliun per April 2022. Bulan yang bertepatan dengan bulan ramadan dan lebaran 2022.

Nilai penyaluran tersebut merosot sekitar 22,36% mtm dibanding Maret 2022 sebesar Rp23,07 triliun.

Pada periode tersebut, pinjaman online disalurkan kepada 13,78 juta entitas peminjam. Jumlah peminjam itu turun 19% (mom) dibanding bulan sebelumnya dengan mayoritas juga  berasal dari wilayah Jawa. 

Secara tren, jumlah penyaluran pinjaman online terlihat stagnan dalam setahun terakhir. Penyaluran pinjaman tertinggi tercatat pada Maret 2022 dan yang terendah pada Februari 2022.

Tak hanya pinjol, kebutuhan dana tunai saat lebaran juga memacu kenaikan permintaan pembiayaan multiguna di perusahaan pembiayaan (multifinance).

Berdasarkan data OJK pada Januari 2023, pembiayaan multifinance melalui piutang pembiayaan segmen multiguna, naik 7,16% secara yoy. Angkanya menjadi Rp 219,41 triliun dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp204,74 triliun.

Optimisme penyaluran kredit dari berbagai lembaga keuangan ini perlu disikapi sebagai pisau bermata dua.

Di satu sisi, kredit dan belanja akan mendorong ekonomi untuk berputar dan bertumbuh, di sisi lain risiko makroekonomi yang dihadapkan pada inflasi dan risiko resesi perlu menjadi perhatian bersama.

Tetap Waspada Jeratan Pinjol

Meski prospek kredit dari berbagai institusi keuangan cukup menggembirakan, Terdapat tantangan yang harus diperhatikan. Ekonom bank BCA, David Sumual mengatakan tantangan kredit konsumsi hari ini karena masih lesunya aktivitas belanja masyarakat, bahkan tiga minggu menjelang hari raya Idul Fitri.

“Saya perhatikan sudah ada indikasi peningkatan (kredit konsumsi) tapi memang belanja ritel sampai tiga minggu sebelum lebaran masih lebih rendah dari tahun lalu. Mungkin karena THR belum cair,” katanya saat dihubungi IDX Channel, Kamis (6/4/2023).

Selain itu, di tengah era kemudahan akses keuangan, penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam mengontrol konsumsi saat lebaran tiba.

Survei BI menemukan, dari beberapa sumber pinjaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bank umum masih menjadi pilihan mayoritas responden sebesar 39,7%. (Lihat grafik di bawah ini.)

Meski demikian, lembaga seperti koperasi dan leasing juga masih menjadi pilihan alternatif masyarakat untuk mendapatkan dana segar. Sementara fintech alias pinjol juga banyak digunakan responden dengan presentase 5,8%.

Namun demikian, penggunaan pinjol perlu disikapi dengan bijak. Hal ini terkait risiko rasio kredit macet yang menjadi hal yang perlu di cermati. Jika menengok pada fintech, indikator kredit macet yang buruk, yaitu rasio TKB90 mencapai 97,31% dengan TWP90 mencapai 2,69% pada Februari 2023

TKB90 adalah tingkat keberhasilan penyelenggara P2P Lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal jatuh tempo.

Sedangkan TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian Pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Untuk itu, penting untuk tetap bijak berkonsumsi di hari nan fitri.

Melansir laman Kementerian Keuangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan saat masyarakat terpaksa harus mengajukan pinjol. Mengingat jenis pinjaman ini adalah pinjaman harian, alias memilki jangka waktu yang relatif singkat.

Sebagai kompensasi atas kemudahan mendapatkan fasilitas keuangan, suku bunga yang dikenakan pinjol biasanya cukup besar jika dibandingkan dengan produk pinjaman dari bank.

OJK sudah menetapkan batasan untuk tingkat suku bunga pinjaman online cepat cair sebesar 0,8% per hari.

Selain itu, nominal pinjaman relatif kecil. Bagi yang membutuhkan dana dalam jumlah besar, harus menggunakan jenis pinjaman dengan agunan untuk mendapatannya. Karena rata-rata penyedia fasilitas pinjaman online memiliki batasan pinjaman yang relatif kecil.

Minimum kita bisa mengajukan pinjaman sebesar Rp 500 ribu dan maksimal berada di angka Rp 20 juta.

Hal itu cukup beralasan, pasalnya suku bunga yang dibebankan adalah suku bunga harian, semakin besar limit yang kita ajukan maka semakin besar pula biaya yang harus ditanggung dalam bentuk bunga. (ADF)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement