Para pembelinya kebanyakan dari sekolah - sekolah yang melakukan kegiatan di bulan Ramadan hingga kampung - kampung penduduk. Diakuinya semenjak adanya pelonggaran mobilitas, pemesan rebana mulai berdatangan kembali.
"Yang sering sekolahan, kampung-kampung juga, cuma yang paling banyak sekolah. Sekolah belinya langsung satu set, kadang tiga set, karena titip - titip. Kalau daerah Bantur itu SD kemarin (pesan) tiga set. Dari Malang aja yang banyak, kabupaten paling banyak, kota (Malang) ada tapi cuma sebagian. Ada dari luar kota, Kediri, Blitar, dekat-dekat Malang sini," terangnya.
Dimana satu set peralatan rebana lengkap dapat dikerjakan selama dua minggu. Tapi kini guna memaksimalkan dan mempercepat produksi, industri rumahan pengerajin rebana ini bahkan sampai menambah pekerja menjadi empat orang.
"Biasanya (yang memproduksi) saya sama teman dua, sekarang nambah satu lagi. Jadi empat sama saya," kata dia.
Ia membanderol harga satu rebananya mulai Rp200 ribu yang termurah hingga bahan yang paling bagus dari kayu nangka dan mahoni mencapai Rp350 ribu. Selama ini bahan-bahan baku kayu untuk pembuatan rebana ia datangkan dari Blitar, Jepara, hingga Demak.