IDXChannel - Pasar batu bara kembali bergejolak setelah kemunculan isu China akan longgarkan pelarangan impor batu bara dari Australia.
Diketahui, pasar batu bara dikuasai oleh tiga pemain utama, yakni Australia, China dan Indonesia.
Pada Desember 2022 lalu, menteri luar negeri Australia Penny Wong melakukan kunjungan ke Beijing untuk membahas soal pelonggaran larangan impor. Kunjungan ini telah memicu harapan mencairnya ketegangan antara mitra dagang utama di Asia Pasifik ini setelah tiga tahun lamanya.
“Ini adalah perkembangan yang sangat cepat, dan kemungkinan akan menyebabkan lebih banyak batu bara Australia yang diizinkan masuk ke China,” kata seorang sumber pedagang di Singapura, mengutip Fastmarkets.
Lebih banyak batu bara Australia yang memasuki China akan menyebabkan ayunan pasokan besar dan mengganggu arus perdagangan lagi, kata sumber.
Ada obrolan pasar pada hari Rabu bahwa Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China telah mengadakan pertemuan sehari sebelumnya untuk membahas pencabutan larangan impor batu bara Australia.
Adapun pelarangan ini pertama kali diberlakukan pada Oktober 2020.
Beberapa perusahaan besar dikatakan telah menghadiri pertemuan tersebut. Di antaranya ada empat perusahaan negeri Tirai Bambu yakni China Baowu Steel Group, China Datang, China Huaneng Group, dan China Energy Investment disebut dapat mulai membeli batubara Australia paling cepat 1 April, mengutip Bloomberg.
Sebagai informasi, menurut data bea cukai nasional, China mengimpor 72,27 juta ton batu bara kokas pada tahun 2020, dengan 34,97 ton bersumber dari Australia. Impor China tahun 2019 juga mengikuti tren serupa, dengan total impor mencapai 74,49 juta ton dan 30,77 juta ton diimpor dari Australia.
Dampak Terhadap Pasar dan Harga
Batubara jenis prime low-vol (PLV) Australia atau disebut jenis kokas (coking coal) menjadi primadona di China.
Jenis batu bara ini digunakan terutama untuk dicampur dengan batu bara lokal berkadar abu tinggi dan belerang tinggi, serta dengan campuran batubara lain yang diimpor dari Rusia dan Indonesia.
Saham eksportir batu bara utama juga menguat di tengah kabar pencabutan larangan ini. Kondisi ini menandakan mencairnya ketegangan perdagangan antara Canberra dan Beijing.
Saham tiga emiten eksportir batu bara Australia dikabarkan naik pada penutupan perdagangan Rabu (4/01). Di antaranya Whitehaven Coal (WHV) ditutup menguat 3,28%. Sementara New Hope (NHC) naik 1,6% persen, dan Yancoal Australia (YAL) ditutup dengan kenaikan 0,35%.
Pada hari ini, Kamis (5/01), YAL masih mencatatkan kenaikan sebesar 0,17%, sementara WHV dan NHC masing-masing longsor ke angka 1,32% dan 0,51%. (Lihat grafik di bawah ini.)
Selain itu, segera setelah pemberitahuan terkait pencabutan larangan ekspor dirilis, harga batu bara kokas Australia secara keseluruhan menurun di pasar spot. Pada tanggal 9 Oktober tahun lalu, batubara dihargai mencapai USD132,82 per ton berdasarkan indeks FOB DBCT, indeks untuk harga batu bara negeri Kangguru.
Tetapi indeks harga kembali turun menjadi USD104,40 per ton pada 13 November. Pada tanggal 4 Desember, indeks harga batu bara Australia mencapai USD102,62 per ton.
Meski demikian, terdapat beberapa pandangan tentang bagaimana pencabutan sanksi impor ini akan mempengaruhi harga. Terlebih, baru-baru ini China merevisi bea impor batu bara.
“Revisi bea impor bagus untuk pembeli karena akan ada lebih banyak pasokan batubara Rusia yang tersedia untuk seluruh dunia, yang berarti beberapa kilang kokas bisa lebih kompetitif,” kata produsen baja di China mengatakan kepada Fastmarkets.
Aturan bea impor ini juga disebut berdampak pada penghematan biaya impor.
Namun, sumber lain juga mengatakan bahwa pasokan batu bara Australia yang lebih tinggi dapat menekan harga spot.
“China juga akan mengurangi permintaan batu bara kokasnya,” kata seorang sumber pedagang di Singapura.
Harga batu bara kokas domestik China akan berada di bawah tekanan begitu batu bara kokas Australia memasuki China. Kondisi ini disebut akan memberi manfaat bagi pabrik-pabrik di China yang selama ini menderita akibat melambungnya harga batu bara kokas.
Namun, desas desus di India mengatakan pada pekan lalu bahwa harga batubara hard-coking premium dapat meningkat begitu batu bara China masuk kembali ke pasar. Selain itu, pasokan batu bara prime high-vol juga juga diproyeksi akan berlimpah jika China membuka kembali kran impor.
“Perbedaan harga antara batubara volatilitas rendah dan volatilitas menengah dapat melebar hingga USD5 per ton atau lebih setelah China mulai mengimpor batubara kokas Australia karena pabrik China lebih memilih PLV,” kata seorang sumber di pabrik besar di India.
Namun harga bahan injeksi batu bara bubuk atau pulverized coal injection (PCI) mungkin tidak terpengaruh oleh pencabutan larangan tersebut.
“Pasokan (batu bara) PCI dalam negeri cukup, serta batu bara yang bersumber dari Rusia dan Polandia. Pembuat baja China cenderung ingin bertahan dengan pemasok domestik mereka daripada harus mengekspor,” ujar eksportir dari Australia mengutip Fastmarket.
Meski demikian, para eksportir batu bara Australia lebih optimis melihat situasi ini. (ADF)