“Kita bagi dua, lima tahun pertama dan lima tahun kedua. Lima tahun pertama totalnya adalah Rp1.173,9 triliun dan lima tahun kedua sebesar Rp1.793,48 triliun. Memang ini harus dua kali supaya ada kesinambungan,” kata Bahlil.
Sebagai informasi, kapasitas pembangkit listrik ditargetkan bertambah 69,5 gigawatt (GW). Perinciannya, sebesar 42,6 GW berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). Dari besaran tersebut, sebesar 17,1 GW tenaga surya, 11,7 GW tenaga air, 7,2 GW tenaga angin, sebesar 5,2 GW tenaga panas bumi, 0,9 GW bioenergi, dan 0,5 GW tenaga nuklir.
Kemudian 10,3 GW akan berasal dari sistem penyimpanan energi atau storage, yang terdiri dari 6,0 GW baterai dan 4,3 GW PLTA Pumped Storage. Lalu, sebesar 16,6 GW akan berasal dari pembangkit berbasis energi fosil yang terdiri dari 10,3 GW gas dan 6,3 GW batu bara.
Bahlil pun menggarisbawahi mayoritas tambahan kapasitas pembangkit listrik berasal dari energi baru dan terbarukan yang sebesar 76 persen. Dari besaran tersebut, sebesar 42,6 gigawatt. Hal itu sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam mewujudkan transformasi bauran energi.
“Jadi kalau ditanya konsistenkah pemerintah dalam mendorong energi terbarukan sebagai bentuk transisi energi? Nah ini, jadi kita konsisten kan?” ujar Bahlil.
(Ahmad Islamy Jamil)