Sedangkan biaya tinggi dari non operasional penerbangan misalnya adalah adanya berbagai pajak dan bea masuk yang diterapkan secara berganda.
"Saat ini pajak dikenakan mulai dari pajak untuk avtur, pajak dan bea untuk pesawat dan sparepart seperti bea masuk, PPh impor, PPN dan PPN BM spare parts, sampai dengan PPN untuk tiket pesawat. Dengan demikian terjadi pajak ganda. Padahal di negara lain pajak dan bea tersebut tidak ada," kata Denon.
Denon juga mengatakan bahwa sebagian besar biaya penerbangan berpengaruh langsung maupun tidak langsung dari kurs dollar AS. Dengan demikian semakin kuat nilai dollar AS terhadap rupiah, maka biaya penerbangan akan ikut naik.
"Hal ini juga harus diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya bersama," kata Denon lagi.
Selain itu, adanya biaya layanan kebandarudaraan bagi penumpang (Passenger Service Charge/ PSC) yang dimasukkan dalam komponen harga tiket juga membuat harga tiket pesawat terlihat lebih tinggi.
"Penumpang tidak mengetahui bahwa PSC itu bukan untuk maskapai tetapi untuk pengelola bandara. Namun karena berada dalam satu komponen, maka penumpang menganggap itu adalah bagian tiket pesawat dari maskapai," katanya.
(NIY)