Sukamta mencoba menganalisis, bahwa jika kasus Microsoft ini by accident bisa terjadi, yang menimbulkan persoalan dan chaos di berbagai instansi di berbagai negara, maka di masa depan bisa jadi insiden serupa dilakukan dengan sengaja oleh pihak-pihak tertentu, dengan apa pun motif yang melandasinya.
Seandainya kelak kondisi tersebut benar-benar terjadi, maka tentu bakal berpotensi menimbulkan kekacauan sosial. Bahkan saat suatu negara terlibat konflik, setelah sibernya lumpuh, serangan militer bisa terjadi.
"Negara yang melakukan digitalisasi seperti Indonesia, meski belum sepenuhnya, harus waspada dan melakukan antisipasi hal ini sejak dini, baik ketika merancang suatu sistem IT baru atau dari sistem yang existing saat ini. Apalagi jika suatu negara full digital yang hampir semua lini kehidupan digerakkan dengan sistem komputer, layanan air bersih, listrik, transportasi, rumah sakit, perbankan, dan seterusnya. Di situlah pentingnya kedaulatan san kemandirian digital di negeri kita," ujar Sukamta.
Selain itu, Sukamta juga mengkaitkan kejadian Microsoft ini dengan kasus bobolnya Pusat Dana Nasional Sementara (PDNS) 2, yang terjadi sebulan lalu.
"Saat ini kita masih dalam situasi terkejut atas serangan terhadap PDNS 2. Banyak Kementrian Lembaga terkena dampaknya. Yang baru baru saja terekspos adalah ratusan data KemenPUPR dinyatakan hilang. Sayangnya hingga kini pemerintah belum menyampaikan ke publik secara resmi kondisi data-data yang terdampak insiden PDNS 2. Pemerintah hutang besar penjelasan dan penangan kepada Bangsa dan Negri ini," ujar Sukamta. (TSA)