Ketika dia dinobatkan sebagai ratu, persemakmuran memiliki delapan negara anggota dan berkembang hingga saat ini sebanyak 54. Hal tersebut menunjukkan Ratu Elizabeth mengawasi proses seluruh Kerajaan Inggris berubah menjadi asosiasi sukarela negara-negara berdaulat.
Otoritasnya sendiri sebagian besar menjadi seremonial. Di tengah kerajaan-kerajaan lain mulai tumbang, Elizabeth mampu mengkonsolidasikan persemakmuran dengan damai dan tertib.
Kunjungi Republik Irlandia pada 2011
Inggris Raya memiliki sejarah kekerasan dengan banyak bekas kekuasaannya, salah satunya Republik Irlandia. Didominasi oleh Inggris selama berabad-abad, Irlandia terpecah menjadi dua negara bagian ketika partai nasionalis Sinn Féin mendeklarasikan Republik Irlandia baru, mengutip Britannica.
Kunjungan kenegaraan Ratu Elizabeth II ke Irlandia tahun 2011 ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Dia adalah ratu pertama yang melakukan kunjungan resmi ke negara itu sejak kemerdekaannya.
Dia meletakkan karangan bunga di monumen untuk mereka yang wafat melawan Inggris dan untuk kebebasan Irlandia. Ia juga menundukkan kepalanya dengan hormat. Hal ini dapat mencerminkan sebagai sebagai sinyal bahwa Ratu mengakui kesalahan negaranya sendiri.
Menurut The Guardian, perjalanan dan sikap itu membuat Ratu Elizabeth II sangat populer di negara yang biasanya membenci monarki sebagai mantan penindas. Kunjungan tersebut merupakan pencapaian yang luar biasa, terutama mengingat sang ratu tidak memiliki kekuatan politik sejati.
Dukung Keadilan Rasial di Commonwealth
Meskipun Elizabeth adalah seorang kulit putih yang memiliki hak istimewa secara keseluruhan, ia mendukung kesetaraan ras dan kemajuan di dunia. Mengutip The New York Times, pada tahun 1961, dia menari dengan presiden Ghana, Kwame Nkrumah, seorang pria kulit hitam.
Meskipun menyulut pro kontra dari banyak pihak, termasuk keluarga kerajaan sendiri, akan tetapi sang ratu tegas dalam mendukung kesetaraan ras antara kulit putih dan kulit hitam.
Ia juga bekerja di belakang layar untuk mendorong Persemakmuran mengutuk sistem apartheid Afrika Selatan. Menurut The Washington Post, sang ratu juga disebut mendukung gerakan anti kekerasan rasial Black Lives Matter (BLM). (ADF)