Pendahulu Sunak, Liz Truss, sempat meluncurkan paket pemotongan pajak yang kontroversial pada bulan September. Ia terpaksa mengundurkan diri setelah bekerja kurang dari dua bulan. Kebijakan Truss ketika itu membuat nilai mata uang poundsterling Inggris anjlok, menaikkan biaya pinjaman dan memicu intervensi darurat dari Bank Sentral Inggris.
Sejak Sunak menggantikan Truss pada akhir Oktober, ekonomi Inggris telah tenang kembali. Tetapi ia masih menghadapi krisis biaya hidup dan meluasnya keresahan tenaga kerja akibat sejumlah aksi mogok kerja yang dilakukan pekerja sektor publik utama, mulai dari perawat dan pengemudi ambulans hingga pekerja kereta api. Aksi mogok kerja yang mengganggu sistem operasi tersebut dilakukan untuk menuntut gaji yang lebih baik agar dapat menyeimbangkan inflasi yang terus melonjak.
Inflasi di Inggris mencapai 10,7 persen pada bulan November, turun sedikit dibanding raihan pada Oktober, tetapi masih mendekati level tertinggi dalam empat dekade terakhir. Biaya energi dan makanan melonjak, di mana sebagian besar didorong oleh perang Rusia di Ukraina, dan standar hidup jutaan warga Inggris juga ikut anjlok.
Dalam beberapa minggu terakhir ini, pemerintahan Sunak juga berada di bawah tekanan yang terus meningkat, untuk mengatasi kegagalan dalam sistem kesehatan masyarakat. Banyak berita utama di halaman depan surat kabar Inggris yang mengabarkan soal kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit dan catatan waktu tunggu yang diperlukan untuk menemui dokter atau mendapatkan ambulans.
Pihak berwenang menyalahkan tingginya jumlah kasus flu dan COVID-19 pada pemerintah, tetapi kepala urusan kesehatan mengatakan masalah ini sudah berlangsung lama dan lebih sebagai akibat kekurangan dana pemerintah yang kronis.
(DKH)