IDXChannel - Perpisahan tahun 2022 dihebohkan dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Perppu ini diyakini oleh Pemerintah sebagai salah satu langkah untuk menghadapi bayangan resesi ekonomi global agar Indonesia bisa meminimalisir potensi terjadinya resesi ekonomi di Indonesia.
Memang hal yang wajar jika Presiden menerbitkan Perppu, karena memang dalam UUD NRI 1945 Presiden mempunyai hak dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dapat menetapkan Perppu.
Hal menarik, bukanlah hak Presiden tersebut yang akan dibahas kali ini, akan tetapi latar belakang dari terbitnya Perppu yang harus dicermati bersama oleh semua lapisan masyarakat.
Semoga latar belakang lahirnya Perppu ini sejalan dengan niat mulai Pemerintah untuk menghadapi bayangan resesi ekonomi. Akan tetapi jika menelisik lebih jauh, Perppu ini bisa dikatakan “Perppu Resesi Ekonomi” Perppu ini hanya berganti baju saja, karena semua substansinya sama dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, hanya ada beberapa perbaikan teknis dan penyesuaian yang tidak signifikan.
Dibandingkan dengan “Perppu Covid-19” yang sebenarnya tujuannya sama juga untuk kepentingan ekonomi, bagaimana menghadapai Covid-19 dan tetap mempertahankan kondisi perekonomian Indonesia agar tetap kuat dan stabil.
"Jika dilihat konsep besarnya, terlepas dari perdebatan latar belakang Perppu ini, Pemerintahan hari ini memiliki tren untuk menggunakan instrumen hukum yang tidak biasa atau hanya digunakan dalam keadaan tertentu/darurat, dalam hal ini Perppu sebagai jalan tengah untuk menghadapi masalah yang akan dihadapi atau sedang dihadapi," Co-Founder Institute for Justice and Constitutional Ethics Juhaidy Rizaldy Roringkon.
Jika ditelisik lebih jauh, sebenarnya konsep Perppu dalam perspektif Hukum Tata Negara Darurat memiliki dua makna, Perppu dalam keadaan biasa dan Perppu dalam keadaan darurat. Jika dilihat Perppu Nomor 2 Tahun 2022, Perppu ini adalah Perppu dalam keadaan biasa dengan baometernya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009.
Tetapi jika Perppu dalam keadaan darurat itulah dapat menabrak semua aturan yang ada, dapat menyampingkan hak-hak warga negara, dan harus adanya deklarasi dari Presiden sebagai Kepala Negara dan kepala Pemerintahan bahwa Indonesia memasuki keadaan darurat.
Disisi lain, meskipun hanya ganti baju saja, keberhasilan Undang-Undang Cipta Kerja juga kita harus apresiasi dengan semangat reformasi birokrasi dalam berbagai aspek pemerintahan, kemudahan pengurusan perizinan berusaha sehingga memudahkan berbagai UMKM dan pengusaha pemula.
Meskipun begitu, banyak hal yang harus dibenahi seperti sektor izin lingkungan dan lainnya.
"Tak hanya itu, kepentingan pengusaha besar yang dianggap dilegitimasi dengan adanya UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja ini, dalam hal pengadaan tanah, kawasan ekonomi, investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional," papar dia. Hal ini yang harus diperjelas oleh Pemerintah sehingga tidak menjadi issue yang simpang siur, kepentingan negara harus diatas kepentingan kelompok atau golongan.
Pemerintah memang cukup responsif dalam melakukan berbagai kebijakan, tetapi harus mempunyai grand desain seperti penataan sanksi yang hari ini hanya berpatokan kepada pidana dan administrasi, tetapi ada yang lebih konsep besar seperti sanksi kode etik yang terintegral dalam peradilan etik nasional, sehingga para Pejabat tidak melulu dikenakan sanksi pidana dan administrasi.
Dalam pelaksanaan Pemerintahan dalam Perppu Cipta kerja ini, ada hal menarik yang dimana pada Pasal 174, yang berbunyi: “Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, kewenangan menteri, kepala lembaga, atau Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan dalam undang-undang untuk menjalankan atau membentuk peraturan perundang-undangan harus dimaknai sebagai pelaksanaan kewenangan Presiden.”
Dalam hal pasal diatas, semua pelaksanaan seluruh aktivitas Pemerintahan Pusat dan Daerah dalam menjalankan Perppu ini harus dimaknai atas kewenangan Presiden. Sehingga Perppu ini terkesan centralistrik atas kewenangan Presiden saja seolah-olah seperti Titah Raja yang diikuti oleh semua anak buahnya, Indonesia menganut ‘rule of law’ bukan ‘rule of man’. Memang sifat Perppu ini adalah Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti UU, karena membentuk UU prosesnya lama, maka adanya jalan Perppu untuk Presiden mengambil Langkah cepat dan strategis dalam keadaan memaksa/tertentu dan kedudukan Perppu ini bisa dikatakan sejajar UU.
Politik Hukum yang dibangun Pemerintah dengan adanya Perppu ini untuk mengantisipasi adanya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan terjadinya kenaikan inflasi yang berpotensi berdampak luas kepada perekonomian nasional yang harus direspons dengan konsep pembaruan dan kebijakan peningkatan daya saing dan daya tarik nasional bagi investasi melalui transformasi ekonomi yang dimuat dalam UU Cipta Kerja.
Perppu ini lahir, katanya sudah ada pembaruan yang dilakukan sesuai Amanah Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, sehingga menurut Pemerintah, Putusan MK tersebut sudah dilaksanakan dan telah tertuang dalam Perppu, sehingga inilah yang disebut saat ini Jalan tengah yang diambil oleh Pemerintah dengan dalil menghadapi dan mengantisipasi resesi ekonomi di Indonesia.
Memang tidak biss suudzon, tetapi semua kepentingan Perppu ini bukan untuk kepentingan kelompok tetapi untuk kepentingan bangsa dan negara.
(SAN)
Advertisement
Polemik Perppu Cipta Kerja, Jalan Tengah Hadapi Resesi Ekonomi RI?
Perppu ini diyakini oleh Pemerintah sebagai salah satu langkah untuk menghadapi bayangan resesi ekonomi global

Polemik Perppu Cipta Kerja, Jalan Tengah Hadapi Resesi Ekonomi RI? (FOTO:MNC Media)
Follow Saluran Whatsapp IDX Channel untuk Update Berita Ekonomi
Follow
Advertisement
Advertisement