"Pusat perbelanjaan masih tetap harus menanggung beban biaya pengeluaran yang relatif tidak berkurang meskipun tidak beroperasional. Pusat perbelanjaan harus tetap membayar berbagai pungutan dan pajak / retribusi yang dibebankan oleh pemerintah meskipun diminta untuk tutup ataupun hanya beroperasi secara sangat terbatas," keluhnya.
Misalnya listrik, meskipun tidak ada pemakaian sekalipun namun harus tetap membayar tagihan dikarenakan pemerintah memberlakukan ketentuan pemakaian minimum. Kemudian gas, meskipun tidak ada pemakaian sekalipun namun harus tetap membayar tagihan dikarenakan pemerintah memberlakukan ketentuan pemakaian minimum.
"Selanjutnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pemerintah tetap mengharuskan untuk membayar penuh meski pemerintah yang meminta untuk tutup. Pajak Reklame, pemerintah tetap mengharuskan untuk membayar penuh meski pemerintah yang meminta untuk tutup dan juga yang lainnya seperti royalti, retribusi perijinan dan sebagainya," imbuh Alphonzus.
Dia pun mengkhawatirkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ), jika penutupan operasional terus berkepanjangan maka akan banyak pekerja yang dirumahkan dan jika keadaan semakin berlarut maka akan banyak terjadi lagi PHK.
"Sektor usaha non formal mikro dan kecil semakin terpuruk, di sekitar hampir semua Pusat Perbelanjaan banyak terdapat usaha non formal seperti tempat kos, warung, parkir, ojek dan lainnya yang harus ikut tutup dikarenakan kehilangan pelanggan yaitu para pekerja yang sudah tidak ada lagi akibat pusat perbelanjaan tutup," pungkas Alphonzus. (TIA)