sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Proyek PLTA Batang Toru Senilai USD277 Juta Telan Korban Jiwa, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang

Economics editor Wahyudi Aulia Siregar
24/08/2022 17:43 WIB
Pemerintah diminta untuk meninjau kembali proyek pembangunan PLTA Batang Toru yang kembali menelan korban jiwa.
Proyek PLTA Batang Toru Senilai USD277 Juta Telan Korban Jiwa, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang (Dok.Shutterstock/okezone)
Proyek PLTA Batang Toru Senilai USD277 Juta Telan Korban Jiwa, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang (Dok.Shutterstock/okezone)

IDXChannel - Pemerintah diminta untuk meninjau kembali proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Permintaan itu menyusul kembali terjadinya insiden yang menewaskan pekerja di PLTA yang dikelola oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) itu. 

Direktur Eksekutif Satya Bumi, Annisa Rahmawati, mengatakan jika sejak awal rencana pembangunan PLTA Batangtoru telah menuai kecaman dari berbagai organisasi lingkungan. Itu karena lokasinya berada di wilayah habitat orangutan dan terletak di garis patahan gempa. Dalam kurun dua tahun terakhir, proyek pembangunan PLTA Batang Toru telah menelan korban sekitar 16 jiwa.

Teranyar, seorang tenaga kerja asing asal China, Wang Jian (52), tewas akibat tertimpa runtuhan batu di dalam terowongan proyek pembangunan PLTA Batangoru, pada Minggu, 21 Agustus 2022 kemarin. 

"Rentetan peristiwa yang terjadi di area proyek pembangunan PLTA Batang Toru perlu ditindaklanjuti, pasalnya wilayah ini sudah bermasalah dari aspek dampak lingkungan. Ini momentum bagi pemerintah untuk meninjau ulang proyek PLTA agar tidak memicu bencana bagi masyarakat sekitar dan kerusakan hutan yang menjadi habitat spesies orangutan Tapanuli," kata Annisa dalam keterangannya, Rabu (24/8/2022). 

"Apabila ditemukan pelanggaran, penegak hukum perlu mengungkapkan hasil temuannya kepada publik secara transparan dan menindak tegas demi keadilan kemanusiaan dan lingkungan," tambahnya. 

Proyek PLTA Batang Toru telah dibeli oleh State Development and Investment Corporation (SDIC) China senilai USD 277 juta. Pembelian itu dilakukan setelah Bank China mengundurkan diri dari pendanaannya pada tahun 2019 karena komitmen mereka untuk perlindungan lingkungan dan pembiayaan hijau. 

Akhir tahun ini, China akan menjadi tuan rumah Convention on Biological Diversity, hal ini seharusnya menjadi perhatian utama bagi negara tersebut untuk membuktikan komitmennya terhadap keberlangsungan keanekaragaman hayati dan dampak investasinya di Indonesia.

"Proyek PLTA ini didukung oleh China dan menjadi perhatian dunia pada tahun 2017 ketika para ilmuwan mengidentifikasi spesies baru kera besar yang hidup di hutan Batang Toru. Orangutan Tapanuli, yang jumlahnya hanya 800, yang merupakan spesies kera yang paling terancam punah di dunia. Bendungan dan infrastruktur tersebut akan memisahkan dua habitat mereka dan mengancam keberadaan dan hidup mereka," pungkasnya.

Annisa lebih lanjut menuturkan, bahwa proyek PLTA Batangtoru perlu ditinjau ulang karena berdasarkan analisis perkiraan kebutuhan listrik di wilayah tersebut menunjukkan bahwa listrik yang akan
dihasilkan oleh bendungan bahkan mungkin tidak diperlukan.

Kemudian proyek itu telah menjadi taruhan berisiko bagi pemodal besar. Bank pembangunan multilateral seperti International Finance Corporation (IFC) juga telah menarik diri dari proyek itu seperti halnya bank investasi swasta seperti Goldman Sachs.

Bank Pembangunan Infrastruktur Asia telah menolak untuk membiayai proyek tersebut dan Bank of China telah menangguhkan keterlibatannya. 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement