IDXChannel - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat Indonesia perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak dalam merealisasikan transisi energi dalam negeri, termasuk dukungan dari negara lain.
Bappenas melalui program Clean Affordable and Secure Energy (CASE) Indonesia bersama dengan lembaga pemerintah Jerman, GIZ dan think tank untuk issue energi, hingga IESR berupaya menjawab kebutuhan pemerintah Indonesia di sektor tersebut
Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Bappenas, Rachmat Mardiana menyebut, Indonesian melihat pentingnya diversifikasi sumber listrik untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Pemenuhan kebutuhan listrik akan diarahkan dari listrik terbarukan yang banyak tersedia di berbagai daerah. Karena itu, peran pembangkit batu bara akan secara terus menerus dikurangi.
"Implementasi kebijakan tersebut membutuhkan upaya yang menyeluruh, bersinergi dan berkesinambungan. Aspek teknis, finansial, dan juga sosial, termasuk munculnya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, perlu dipersiapkan," ujar Rachmat Mardiana dalam konferensi pers, Selasa (26/10/2021).
Selain itu, proses transisi juga perlu dipastikan melalui proses perencanaan pembangunan baik jangka panjang, menengah, maupun tahunan.
Dia juga mencatat, Indonesia memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengejar target program iklimnya. Namun, pertukaran informasi dan pengetahuan dengan negara-negara lain dibutuhkan guna memperkaya khazanah sektor energi.
Kementerian ESDM mencatat salah satu tantangan dalam melaksanakan transisi energi di sektor ketenagalistrikan adalah dominasi batubara sebagai sumber pembangkit listrik utama. Tercatat hingga tahun 2020, 50,3 persen dari listrik di Indonesia dihasilkan melalui PLTU Batubara
Selain sebagai sumber energi listrik, batubara merupakan komoditas ekspor yang berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan memberikan dampak positif pada neraca dagang Indonesia.
Pada 2019, Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 455 Mt. dengan valuasi sebesar USD 34 miliar (asumsi per ton USD 75) (IEA, 2020). Fakta ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk dapat menemukan strategi yang tepat dalam melakukan dekarbonisasi bidang berbasis energi, khususnya di sektor ketenagalistrikan, dan di saat yang bersamaan menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi tetap terjadi.
Senada, Jan Kristof Wellershoff perwakilan Kementerian Federal Ekonomi dan Energi Jerman menilai, dunia terus berusaha untuk menjauh dari sumber energi yang volatile atau rapuh dari sudut pandang ekonomi. Energi bersih terus diupayakan untuk menggantikan sumber dari batubara.
Indonesia sendiri pun diyakini membutuhkan dukungan dari negara-negara yang sudah berpengalaman.
(IND)