Market Watch
Last updated : 16:15 WIB 31/05/2023

Data is a realtime snapshot, delayed at least 10 minutes

Major Indexes
  • IHSG
  • 6,633.26
  • -3.16
  • -0.05%
  • LQ45
  • 949.67
  • +6.57
  • +0.7%
  • IDX30
  • 494.61
  • +4.07
  • +0.83%
  • JII
  • 530.52
  • -7.10
  • -1.32%
  • HSI
  • 18,949.94
  • +733.03
  • +4.02%
  • NYSE
  • 15,031.08
  • +143.94
  • +0.97%
  • STI
  • 3,166.30
  • +7.50
  • +0.24%
Currencies
  • USD-IDR
  • 14,990
  • 0.00%
  • 0
  • HKD-IDR
  • 7
  • 0.00%
  • 0
Commodities
  • Emas
  • 943,493
  • -0.08%
  • -786
  • Minyak
  • 1,028,614
  • -1.21%
  • -12,592

Rencana Ngebut Transisi Energi Terkendala Belum Terbitnya Regulasi 

Economics
Oktiani Endarwati
04/11/2021 14:41 WIB
IESR sebut transisi energi menuju energi bersih masih terkendala pada regulasi yang tak kunjung terbit. 
Rencana Ngebut Transisi Energi Terkendala Belum Terbitnya Regulasi  (Dok.MNC Media)
Rencana Ngebut Transisi Energi Terkendala Belum Terbitnya Regulasi  (Dok.MNC Media)

IDXChannel - Institute for Essential Services Reform (IESR) mengamati bahwa rencana Indonesia, yang diutarakan oleh Presiden Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim ke-26 atau COP26, untuk bertransisi energi menuju energi bersih masih terkendala pada regulasi yang tak kunjung terbit. 

Presiden Jokowi mengemukakan akan membangun PLTS terbesar di Asia Tenggara, namun hingga kini Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap masih tertahan di Kementerian Keuangan. Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) tentang energi baru terbarukan (EBT) yang dinantikan sejak awal tahun 2021, belum juga rampung.

"Seharusnya, pemerintah Indonesia secara beriringan menerbitkan segera regulasi yang tepat untuk menciptakan ekosistem pengembangan energi terbarukan yang lebih masif, juga mendorong masuknya investasi negara maju," ujar Manager Program Ekonomi Hijau IESR Lisa Wijayani dalam keterangan tertulis, Kamis (4/11/2021).

Menurut dia, regulasi dan target yang jelas dapat membuka peluang yang lebih besar untuk para investor menanamkan modalnya di energi terbarukan. 

Di sisi lain, untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) diperlukan pendanaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pendanaan publik harus sudah mulai mengarah kepada aksi yang mampu mengatasi perubahan iklim yang lebih serius.

"Selain itu, subsidi di sektor energi fosil harus sudah mulai dihentikan dan mempercepat transisi energi melalui pendanaan energi terbarukan," tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, ada tiga strategi yang pemerintah Indonesia bisa lakukan untuk menekan emisi GRK dari sektor emisi. Pertama, peningkatan bauran energi terbarukan. Kenaikan bauran energi terbarukan harus mencapai 50% di 2030.

"Kedua, mendorong efisiensi energi, khususnya dari sektor transportasi. Konsumsi energi kita per kapita untuk listrik relatif rendah, sementara permintaan bahan bakar transportasi sangat tinggi dan penyumbang emisi tertinggi," ungkapnya.

Selanjutnya, Fabby menuturkan bahwa dengan mempensiunkan dini paling sedikit 10 GW PLTU atau tidak memperpanjang kontraknya akan efektif menurunkan emisi.

Hingga 2020, sektor ketenagalistrikan Indonesia tetap didominasi oleh bahan bakar fosil (82%), dengan batu bara menyumbang pangsa tertinggi (62%) dalam pembangkitan listrik di tahun 2020. 

(IND) 

Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis IDX Channel tidak terlibat dalam materi konten ini.