IDXChannel - World Economic Forum (WEF) 2023 resmi ditutup setelah 2.700 pemimpin dunia dan pebisnis global bertukar pandangan tentang bagaimana dunia akan mengatasi masalah terbesarnya di 2023.
Adapun pertemuan bergengsi tersebut membahas banyak isu mulai dari tantangan resesi global, inflasi dan suku bunga tinggi, berlanjutnya invasi Rusia ke Ukraina, perdagangan dunia, perubahan iklim dan energi terbarukan, krisis semikonduktor hingga ekonomi China.
1. Ekonomi
Kesuraman saat memulai pembahasan mengenai perlambatan ekonomi dunia berubah menjadi optimisme dalam menyiapkan kebijakan di masing-masing negara.
Tahun ini masih diliputi oleh tekanan inflasi dari pembukaan kembali ekonomi China hingga meningkatnya kesulitan utang di negara berkembang. Belum lagi bagian tersulit bagi negara-negara Barat dalam menurunkan inflasi hingga 2%.
"Segala sesuatunya tidak bagus, tetapi mereka jauh lebih baik daripada yang seharusnya," ujar Presiden dan Chief Operating Officer JP Morgan Daniel Pinto, dilansir dari Reuters, Jumat (20/1/2023).
2. Ukraina
WEF 2023 berencana memberikan dukungan keuangan bagi Ukraina agar bisa mempertahankan diri dalam melawan Rusia. Namun di luar Barat, kekhawatiran akan penurunan ekonomi menyoroti perpecahan global karena beberapa delegasi mendorong untuk segera kembali ke meja perundingan.
"Minggu ini mendengarkan para politisi, saya terkejut karena saya merasa bahwa tidak ada yang benar-benar tahu persis ke mana kita menuju dan apa solusinya," Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon Slovenia
3. Perdagangan
Ngozi Okonjo-Iweala dari WTO memperingatkan banyak negara untuk berhati-hati lantaran tiga kekuatan perdagangan besar Amerika Serikat, Eropa dan China mendorong kebijakan industri baru mereka.
Sebagai mitra dagang besar, banyak negara akan kesulitan menyesuaikan diri dengan kebijakan perdagangan baru yang melindungi pekerja dan mendefinisikan ulang rantai pasokan mereka.
"Ini menjadi permainan negara kaya, bukan? Kami dapat mensubsidi ini, Anda dapat mensubsidi itu - bagaimana dengan negara miskin, yang memiliki ruang fiskal terbatas? Mereka ditinggalkan begitu saja," terang Mantan Gubernur Bank Cadangan India Raghuram Rajan
4. Iklim
Banyak sambutan hangat saat industri terbarukan bekerja sama dengan para pengusaha minyak. Pasalnya, setelah setahun harga minyak tinggi, produsen bahan bakar fosil memiliki kekuatan untuk berinvestasi dalam energi hijau.
Sayangnya, upaya janji hijau CEO dan pembiayaan iklim justru berjalan lamban. Di luar, Greta Thunberg dan para aktivis meminta industri energi untuk berhenti membajak transisi menuju energi bersih.
5. Teknologi
PHK massal tengah melanda sektor teknologi disaat CEO Microsoft Corp dan eksekutif Silicon Valley lainnya yang menggembar-gemborkan kecerdasan buatan seperti ChatGPT untuk mengubah bisnis mereka.
Bisnis teknologi saat ini berada di bawah tekanan biaya yang sangat besar sehingga mereka perlu menemukan cara untuk melakukan hal yang sama dengan lebih murah.
6. China
China menyatakan dirinya terbuka untuk bisnis dalam pidato Wakil Perdana Menteri Liu He yang disambut secara luas. Namun ini menimbulkan kekhawatiran inflasi dan membuat orang menunggu untuk melihat apa artinya ini bagi ketegangan dengan Amerika Serikat.
"Perkiraan pertumbuhan sekarang untuk China adalah 4,5%. Secara pribadi saya tidak akan terkejut ketika itu akan mencapai puncaknya," Ketua Credit Suisse Axel Lehmann.
7. Menjinakkan inflasi
Kepala IEA Fatih Birol menyebut orang Eropa memiliki banyak keluhan ketika menyangkut Undang-Undang Pengurangan Inflasi Amerika. Uni Eropa mengatakan, akan memobilisasi bantuan negara dan dana kedaulatan untuk mencegah perusahaan pindah ke Amerika Serikat.
"Pertanyaan kuncinya bukanlah China First, US First, Europe First. Pertanyaan kunci bagi kita semua adalah Climate First," kata Menteri Ekonomi Prancis Bruno Le Maire.
8. Layanan Keuangan
Institusi keuangan global bergulat dengan cara mengukur dengan tepat untuk perlambatan, sambil menghadapi sejumlah hambatan lainnya. Dengan ancaman inflasi yang masih membayangi bank sentral, pemodal menghadapi tuntutan dari regulator untuk tingkat modal yang lebih tinggi untuk mempersiapkan penurunan, membuat beberapa bisnis tidak menguntungkan.
Tekanan juga meningkat pada mereka untuk membiayai transisi global menuju masa depan yang lebih hijau jauh lebih cepat daripada yang telah mereka lakukan selama ini.
"Kami akan tetap berada di jalur sampai saat kami telah pindah ke wilayah terbatas cukup lama sehingga kami dapat mengembalikan inflasi menjadi 2% pada waktu yang tepat," ujar Gubernur Bank Sentral Eropa Christine Lagarde.
(DES)